Sejak masa pemerintahan Hindia Belanda, Gombong adalah ibukota Kawedanan Gombong yang termasuk Kabupaten Kebumen, Karesidenan Kedu, Jawa Tengah. Dibandingkan dengan kota-kota kecil lainnya, Gombong relatif lebih dikenal orang. Bahkan Gombong menjadi tujuan bagi kelompok-kelompok pejalan kaki, bersepeda atau dengan naik pedati. Gua Ijo dan Gua Karangbolong yang terletak di sekitar Gombong sudah sejak tahun 1920-an ramai dikunjungi orang untuk berwisata.
Selain itu, dari seluruh kota kecil di Jawa Tengah, hanya Gombonglah yang dihuni oleh orang-orang Belanda. Hal itu disebabkan oleh karena Gombong dijadikan basis militer oleh Pemerintah Hindia Belanda. Di Gombong terdapat tangsi pasukan gerak cepat Kavaleri KNIL. Beberapa orang Indo anggota Kavaleri tersebut beragama Katolik. Sebelum kedatangan para Misionaris MSC, mereka dilayani oleh Pastor dari Paroki Magelang dan Yogyakarta. Sesudah Purworejo, Purwokerto dan Cilacap ditetapkan sebagai paroki, penanganan umat di Gombong dilaksanakan oleh para pastor dari ketiga paroki itu secara bergiliran. Maka bisa dikatakan bahwa umat beriman Katolik Paroki St. Mikael Gombong mulai bertumbuh sejak tahun 1927/1928.
Penetapan sebagai Paroki
Perkembangan umat di wilayah Gombong cukup pesat. Sehingga pada tanggal 9 April 1935, Mgr. BJJ. Visser MSC berkenan menetapkan Gombong sebagai Paroki. Pastor pertama yang ditunjuk untuk menangani daerah ini sebagai paroki adalah Rm. A. Grootveld MSC. Permandian dengan nomor Induk 1 di Gereja Gombong dilaksanakan pada 24 Mei 1935 atas diri Remigius Yakobus Hari oleh Rm. A. Grootveld MSC. Pengganti Rm. A. Grootveld MSC adalah seorang Romo muda penuh semangat, yaitu Rm. W. Schoemaker MSC (yang kemudian menjadi Uskup Purwokerto sampai diganti oleh Mgr. P.S. Harjosoemarto MSC tahun 1974).
Pada zaman pendudukan Jepang para Romo berkulit putih diinternir (ditahan) termasuk Rm. W. Schoemaker MSC. Umat memperlihatkan kesetiaannya kepada gembalanya dengan mengirim makanan ke penjara-penjara: Karanganyar, Kebumen, dll. Mereka itu antara lain Ny. Tan alm. bersama kawan-kawan.
Rm. Dumatubun Pr kemudian menangani paroki ini. Beliau dibantu oleh guru-guru agama seperti Yakobus Yunus dan pak Darmo. Paroki ini agak mundur/mandek selama jaman Jepang. Namun perkembangan umat terus menjalar sampai ke Sumpiuh, Kroya, Nusawungu, Kemranjen, Maos, Nusawangkal, Panjatan, Kalibeji, Adipala, di samping di paroki induk Gombong. Pastor Dumatubun Pr harus berkeliling menggembalakan umat yang tersebar di antara sungai Kemit dan sungai Serayu.
Zaman Kemerdekaan
Setelah zaman kemerdekaan, mulailah babak baru kehidupan umat paroki ini. Umat bangkit dan ikut aktif dalam pengembangan Kerajaan Allah. Tercatat para aktivis gereja pada saat itu seperti Bpk. Cokro Atmojo di Tambak, Bpk. Wignyosoemarto di Kemranjen, dan Ibu W.F. Latong ikut menghinpun kembali Umat yang telah lama diam.
Tahun 194S Rm. Putu Harjono MSC mulai bertugas di paroki ini. Bapak Darmo pindah ke Purwokerto, Bapak Karto dan bapak Kawit bekerjasama dengan Rm. Putu menangani paroki ini. Perkembangan umat samakin pesat terlebih seteleh pengakuan kemerdekaan- 27 Desember 1949. Rm. Putu Harjono kemudian mendirikan Sekolah Rakyat Bakti Mulia, Agustus 1949. Guru-guru pertamanya: Ibu Pujohadiwardoyo, Ibu Esti dan Bapak Slamet Djajaatmodjo.
Tahun 1950 Mgr De Jonge -seorang Uskup asli Belgia- berkunjung ke paroki ini sebagai utusan dari Vatikan, Beliau memandang positip paroki ini dan meramalkan masa depan yang cerah bagi paroki Gombong. Tahun 1950 ini Rm. Wahyo Bawono, Pr mulai bertugas di paroki ini. Beliau mendirikan Sekolah Ketrampilan yang kemudian diubah menjadi SMP Madjakkat 1952, yang dikepalai Bpk. Sukarji, guru SGB Negeri Gombong. SMP Madjakkat ini berdiri sampai tahun 1970.
Diversifikasi Karya Pastoral
Tahun 1952 mulai berkarya di paroki ini, Rm. Van de Paas MSC. Pada tahun itu pula mulai berkarya Suster-suster dari Tarekat Amal Kasih Darah Mulia dipimpin oleh Sr. Hieronima, Sr. Romana, Sr. Felotea. Sekolah Rakyat Bakti Mulia kemudian diserahkan penanganannya kepada para Suster Amal Kasih Darah Mulia yang kemudian melengkapinya dengan TK. Tahun 1953 Suster-suster itu mendirikan Poliklinik Palang Biru di bawah asuhan Sr. Damiana. Tempatnya di sebelah selatan gereja, sekarang Panti Paroki. Tahun 1954, para suster mendirikan SMP Pius berlokasi di Gang Nyiur (Jln. Gereja 3). Kepala Sekolahnya yang pertama adalah Sr. Hieronima dibantu Bpk SJ. Sudarman dan Ibu Christine.
Dalam bidang politik tercatat para aktivis Katolik, misal : Bpk. Cokroatmojo (ketua Partai Katolik cabang Kebumen); Bpk. Jamprak (sekretaris) dan Bpk. S. Yap Thiam Yong (bendahara). Bpk. Jamprak pernah duduk di kursi semacam DPR/wakil umat di daerah Kebumen sampai Pemilu pertama tahun 1955. Setelah Pemilu pertama, Bpk. S. Yap Thiam Yong duduk sebagai anggota DPR wakil Partai Katolik cabang Kebumen sampai DPR GR dibentuk. Dalam DPR GR duduklah Bpk. Jamprak sebagai wakil Partai dan Bpk. FX. Poncoprawiro sebagai wakil Ulama, Bapak Poncoprawiro adalah seorang sersan penuh semangat pengabdian terhadap negara dan seorang prajurit Kristus yang tangguh hingga akhir hidupnya. Beliau meninggal pada saat bertugas mendampingi Rm. Anton Welling MSC dalam Misa di Stasi Panjatan persis setelah membacakan bacaan Injil. Oleh karena itu, untuk mengenang jasa beliau, gereja Panjatan yang berdiri tahun 1963 diberi nama Panti Hening Fransiskus Prawirotomo,.
Pengganti Bpk. Jamprak yang meninggal tahun 1964 adalah Bpk I. Somadi sampai terpilihnya anggota DPR dalam Pemilu tahun 1971.
Mula-mula wadah seluruh kegiatan umat dalam paroki bernama Madjakkat (Madjelis Aksi Katolik) yang berdiri tahun 1950. Ketuanya yang pertama adalah Bpk. Pujohadiwardoyo. Kemudian Bpk. J. Saidi sampai tahun 1964. Selanjutnya semakin banyak orang yang terlibat di dalamnya. Nama Madjakkat berubah menjadi Dewan Paroki sejak tahun 1966.
Kaum wanita tidak ketinggalan dalam gerak lajunya pembangunan paroki ini. Wanita Katolik cabang Gombong berdiri tahun 1950. Ibu Pujohadiwardoyo menjadi ketuanya. Ibu WP. Latong sebagai wakil ketua dan Ibu S. Yap Thiam Yong menjadi bendaharanya.
Pembangunan gedung gereja St. Mikael
Dalam Tahun berlangsungnya Konsili Vatikan II gedung gereja Katolik Gombong dibangun. Peletakan batu pertama dilaksanakan pada bulan September 1963 oleh Rm. Hoos MSC, Vikjen Purwokerto pada waktu itu. Tahun 1964, pembangunan selesai. Ketua panitia pembangunan pada waktu itu adalah Bpk. J. Saidi yang juga ketua Madjakkat pada masa itu. Sekretarisnya adalah Bpk. Cipto, bendahara dan seksi usahanya dipegang oleh Bpk. S. Yap Thiam Yong.
Lonceng gereja dibeli dari negara Swiss oleh Rm. H. Obbens MSC. Pembangunan gereja dibiayai oleh umat bersama Bapak Uskup, dan juga sumbangan Rm. van de Paas MSC, pastor paroki pada saat itu, dengan uang yang diperoleh dari orangtuanya sebagai warisan.
Pertengahan tahun 1964, Rm. YC. Neto MSC dari Brasil berkarya di Paroki ini. Kharisma kcpemimpinan yang dimilikinya sungguh-sungguh mengefektifkan umat. Semua organisasi Katolik sungguh-sungguh hidup: partai Katolik, Pemuda Katolik, Putera Altar, Organisasi anak-anak, PKEK (Pasukan Kehormatan Ekaristi Kudus), Legio Mariae, semua sungguh hidup. Dewan Paroki pada saat itu dipimpin oleh Bpk. SY. Sudarman. Wanita Katolik diketuai oleh Ibu D. Suyani. Legio Mariae dipimpin mula-mula oleh Bpk. Harsono, dilanjutkan oleh Ibu Eddy Setijo dan kemudian oleh Ibu Maryam Atmosugondo BA.
Dalam pengembangan umat paroki, pantas dicatat guru-guru agama yang aktif: Bpk. Slamet Djojoatmodjo. Sr. Fransisca, Bpk. FX. Ponco Prawiro, Ibu Th. Tentrem Rahayu, Ibu St. Wirasti, Bpk. SY. Sudarman, Bpk. K. Daliman, Bpk. AR. Warnoto dan sejak tahun 1965 Bpk. MA. Salim.
Karya Sosial Gereja
Karya sosial mendapatkan perhatian yang cukup besar. Karena situasi politik, pada sekitar tahun 1965 terjadilah bencana kekurangan makan. Gereja cukup berperan dalam membantu masyarakat mengatasi situasi itu. Gereja menjadi penyalur bantuan makanan seperti sorgum, gandum, susu, mie bagi masyarakat yang membutuhkan.
Tgl 30 September 1965 meletuslah pemberontakan politik yang dikenal sebagai peristiwa G 30 S, suatu peristiwa yang sungguh-sungguh berakibat buruk bagi tata kehidupan sosial kemasyarakatan. Masyarakat dicekam oleh ketakutan dan kecemasan. Golongan tertentu yang tak bertanggungjawab memanfaatkan kesempatan itu untuk membalas dendam kepada orang atau golongan yang dianggap sebagai biang keladi kekacauan sosial itu dengan membakar rumah-rumah mereka khususnya golongan Tionghoa. Peran umat Katolik pada masa itu adalah melindungi mereka dengan menampung mereka di gedung yang sekarang menjadi Panti Paroki.
Pemuda Katolik di bawah pimpinan Bpk. AM. Sudiyono ikut ambil bagian dalam rangka penumpasan G 30 S secara tertib. Mereka ikut bergabung dengan pemuda lainnya untuk dilatih menjadi Hansip/Hanra oleh RPKAD (Resimen Para Komando Angkatan Darat).
Pertengahan tahun 1966, Rm. YC. Neto cuti ke Brasil. Penggantinya adalah Rm. Westerkamp MSC. Pada permulaan tahun 19S7, Rm. Ign. Susilosuwarno MSC menjadi pastor pembantu di paroki ini. Rm. Westerkamp mulai memikirkan penggunaan alat pengeras suara di Gereja. Rm. Susilo sesuai dengan bakatnya dengan giat memajukan koor gereja.
Pada pertengahan tahun 1967, Rm. YC. Neto kembali lagi ke paroki ini.
Tgl 27 Nopember 1967, masyarakat Gombong dilanda bencana lagi. Waduk Sempor bobol. Banyak orang hanyut, tewas, dan kehilangan rumah tinggal. Umat dibawah koordinasi Romo dan Dewan Paroki membantu mereka dengan mengirim makanan, pakaian bekas, dan membangun kembali beberapa rumah.
Permulaan tahun 1971, Rm. Neto pindah ke Cilacap. Penggantinya adalah Rm. Thomas Freitas MSC. Beliau sangat memperhatikan hidup doa dan orang miskin.
Tahun 1975, Rm. Thomas pindah ke Kebumen dan paroki ini di pegang oleh Rm. Wahyobawono Pr bersama dengan Rm. de Vette Pr. Rm. Wahyobawono menaruh keprihatinan besar terhadap para pemuda pengangguran. Untuk memajukan mereka itu beliau mendirikan perkumpulan "Inti Pendaya" yang bergerak di bidang bangunan.
Tahun 1977, Rm. Wahyobawono pindah ke Pemalang. Selama beberapa bulan Rm. Van Dommelan MSC menangani paroki ini. Tahun 1978, Rm. A. Welling yang dulunya berkarya di Merauke tiba di paroki Gombong. Beliau memperhatikan umat Katolik yang miskin dengan usaha meningkatkan taraf hidup mereka. Kepada umat di Panjatan beliau memberikan bibit-bibit cengkeh untuk ditanam dan kambing-kambing untuk dikembangkan.
Memantapkan Reksa Pastoral Paroki
Pengganti Rm. A. Welling adalah Rm. H. Obbens MSC. Selain melanjutkan usaha Rm. A. Welling, beliau secara khusus memberi perhatian pada kehidupan liturgi dan panggilan imam. Beliau mengatakan bahwa umat mulai maju apabila mulai tumbuh di antara mereka orang-orang yang terpanggil menjadi imam/biarawan-biarawati. Muncullah pada masa itu putera stasi Banjareja yang kemudian menjadi pastor, yaitu Rm. Warsidiyono MSC. Menyusul beliau adalah mereka-mereka yang sekarang sudah menjadi imam, maupun yang masih ada di Seminari Menengah dan Seminari Tinggi.
Rm. H. Obbens pun memperhatikan bidang katekese dengan antara lain mengirimkan putera paroki untuk menjadi katekis di AKI Madiun. Tahun 1982, Rm. H. Obbens cuti ke Negerinya.
Pengganti sementara Rm. H. Obbens adalah Rm. Ign. Hadisiswaja MSC, Superior Daerah MSC Jawa Tengah. Pada akhir 1982 itu Rm. Chris. Wantania menggantikan Rm. Hadi. Dalam masa kepemimpinan Rm. Chris. Wantania, gereja Panjatan diselesaikan dan diberkati oleh Bapak Uskup dengan diberi nama : "Panti Hening Fransiskus Prawirotomo". Pada masa ini pula muncul sarana komunikasi umat, yakni "Gema Paroki" (Gempar).
Tahun 1984, Rm. Chris Wantania digantikan oleh Rm. Hermanus Lingitubun MSC, sebagai pengganti sementara. Dengan penuh semangat beliau bersama umat mengadakan pembenahan kehidupan paroki.
Tahun 1985, Rm. Pasquarelli Mauro mulai berkarya di Paroki Gombong. Beberapa bulan kemudian Rm. Thomas Freitas MSC kembali ke paroki ini setelah cukup lama melayani tempat-tempat lain, termasuk juga di Kepulauan Maluku Tenggara. Rm. Pasquarelli Mauro bekerjasama baik dengan Dewan Paroki dibawah pimpinan Bpk. AM. Sudiyono. Pada masa itu gedung panti paroki diperbaiki dan di gereja Paroki Gombong dilaksanakan pentahbisan 4 orang imam baru, salah satunya adalah putera paroki: Rm. Warsidiyono MSC.
Rm. Mauro kemudian meninggalkan paroki ini untuk menjadi biarawan kontemplatif (pertapa) di Rowoseneng, Temanggung. Rm. Thomas melanjutkan memegang paroki ini. Bersama-sama dengan Dewan Paroki, ketua-ketua kring, kelompok-kelompok organisasi gerejani, dan seluruh umat dibantu oleh para guru dan katekis seperti Bpk. FX. Ginanto dan Bpk. MA. Salim dan para pengajar agama sukarelawan serta para ketua stasi dan guru-guru stasi; paroki Gombong dihidupkan dan dikembangkan.
Periode Tahun �90-an
Karena kondisi fisik Rm. Thomas Freitas MSC yang sudah tidak memungkinkan lagi untuk bekerja sendirian, maka pada tanggal 16 Mei 1990 Rm. E. Wignyoseputro, MSC diutus datang ke Gombong untuk menggantikan kedudukan Rm. Thomas Frietas MSC sebagai Pastor Kepala Paroki Gombong. Rm. Thomas masih terus berkarya di Gombong sebagai pastor pembantu. Setelah Rm. Thomas kembali ke negaranya, pada tanggal 24 Januari 1991 diutuslah Rm. Yohanes Watugigir, MSC ke Paroki Gombong untuk membantu Rm. E. Wignyoseputra MSC. Beliau mempunyai tugas khusus untuk membina umat di Stasi Kroya sampai dengan permulaan tahun 1992.
Rm. Robertus Siswowiyono, MSC datang di Gombong pada tanggal 10 Mei 1992 untuk menggantikan Rm. AE. Wignyoseputra MSC yang pindah ke Paroki St. Lukas Pekalongan. Selama di Gombong, disamping pembinaan umat, Rm. Sis menambah bangunan Gua Maria di belakang Pastoran. Rm. Sis juga mengadakan renovasi Listrik Gereja, Mikrofon/Sound System Gereja. Juga diadakan renovasi Altar dan Panti Imam yang diganti dengan Keramik, serta pembelian Organ baru. Selama satu tahun terakhir (th.1996) ada Pastor Bantu yakni Rm. E. Suparmanto MSC.
Rm. E. Suparmanto MSC datang dan disambut di Paroki Gombong pada tanggal 15 Juni 1995, bertepatan dengan pelepasan Rm. FL. Miranto MSC untuk segera berangkat ke Pulau Buru. Rm. FL. Miranto ditahbiskan menjadi imam di Gombong bersama dengan Rm. Sudjono MSC, tanggal 10 Mei 1995. Rm. Parmanto berkarya di Gombong sampai bulan Mei 1996, yaitu saat ia diangkat menjadi Pastor Paroki di Banjarnegara.
Rm. Ignatius Budi Agus Triono Pr datang di Paroki St. Mikael Gombong pada bulan Juni 1996. Sejak kedatangannya di Gombong beliau terus berusaha untuk merealisasikan berdirinya Panti Paroki yang baru berlokasi di bekas rumah yang sebelumnya pernah menjadi Pabrik Sabun. Dan pada bulan Pebruari 1997 mulai peletakan batu bertama oleh Rm. Budi bersama Panitia Pembangunan yang diketuai oleh Bapak AM. Sudiyono. Akhirnya pada tanggal 14 Desember 1997, panti paroki tersebut diberkati dan diresmikan oleh Bapa Uskup Purwokerto, Mgr. Paskalis Hardjosoemarto MSC, dengan nama Panti Paroki SASANA HARJUNA.
Periode Tahun 2000-an
Rm. Kristoforus Wasito Pr datang dan mulai berkarya di Gombong pada hari Minggu, 19 September 1999. Dan sebelum di Gombong Romo melayani umat di Paroki St, Petrus Pekalongan. datang di Gombong. Di samping pembinaan iman umat, Rm. Kris juga mengadakan perubahan secara fisik, antara lain : mengganti semua lantai kamar mandi Pastoran, menciptakan suasana sejuk taman di depan Pastoran dengan berbagai tanaman hias baru, serta mengganti semua kaca bagian depan Pastoran. Pada tahun 2000, Panti Paroki (atas-bawah) juga mulai direhab. Juga diadakan pengecatan semua bagian Gereja dan Pastoran. Pada tahun 2003, dibuat juga rehab kamar mandi dan tempat tinggal koster.
Pada hari Jumat, 18 Juni 2004, bertepatan dengan Hari Raya Hati Yesus yang Mahakudus, dilaksanakan peletakan batu pertama renovasi Pastoran oleh Bapa Uskup Purwokerto, Mgr. Julianus Sunarka SJ. Pastoran yang direnovasi tersebut diberkati dan diresmikan untuk dipakai kembali pada hari Jumat, 17 Juni 2005, oleh Bapa Uskup Purwokerto, Mgr. Julianus Sunarka SJ.
Sejak 4 Agustus 2001, Rm. Bl. Slamet Lasmunadi, Pr ditugaskan untuk menjadi Pastor bantu Paroki St. Mikael Gombong. Rm Slamet berkarya melayani umat Paroki Gombong selama 9 bulan kurang 10 hari. Sejak tanggal 6 Mei 2002, beliau mendapatkan penugasan baru untuk berkarya di Paroki St. Stephanus Cilacap, khususnya di Stasi Majenang.
Pada tahun 2003, Rm. Michael Benediktus Sheko Swandi Marlindo, Pr ditugaskan sebagai Pastor Bantu di Paroki St. Mikael Gombong. Ia terlibat dan menghidupkan berbagai kegiatan di Paroki ini. Sejak berada di Gombong, Rm. Sheko terlibat mengajar agama Katolik di SMA Pius Bakti Utama Gombong. Bahkan beliau sampai menjadi Wakil Kepala Sekolah Seksi Kurikulum. Sejak tanggal 19 April 2006, Rm. Sheko diangkat sebagai pejabat sementara Pastor Paroki St. Mikael Gombong. Dan mulai 1 Agustus 2006, Rm. Sheko diangkat kembali sebagai Pastor Bantu Paroki Gombong. Sejak tanggal 9 Agustus 2008, Rm. Sheko pindah ke Paroki Pemalang.
Pada tanggal 1 Agustus 2005, Rm. T. Mardiusmanto, Pr menggantikan Rm. Kris Wasito, Pr sebagai pastor paroki. Tidak lama beliau berkarya di Paroki Gombong, yaitu sampai 19 April 2006. Untuk sementara, Rm. Sheko menjadi pejabat pastor paroki.
Renovasi gedung gereja
Pada tanggal 1 Agustus 2006, Rm. FX. Yitno Puspohandoyo, Pr diangkat menjadi pastor paroki Gombong. Karena dirasa bahwa gedung gereja kurang memadai untuk jumlah umat yang hadir dalam perayaan ekaristi, maka diadakanlah renovasi gedung gereja : lantai, tembok-tembok dan ornament-ornamen dalam gereja. Lorong utara dan selatan gereja diberi atap dan tinggi lantainya disamakan dengan gereja. Tembok-tembok samping diganti dengan pintu berventilasi yang bisa dibuka tutup. Sehingga, kalau kapasitas dalam kurang mencukupi untuk jumlah umat yang hadir, pintu-pintu samping bisa dibuka dan lorong-lorong utara selatan bisa dipasangi tempat duduk umat. Panti imam juga direnovasi dan tembok belakangnya diberi hiasan lambang Tritunggal dan keempat penginjil yang terlukiskan dalam kaca patri yang indah. Sisi atas tembok samping kiri-kanan gereja juga diberi hiasan kaca patri indah yang melukiskan tujuh sakramen gereja dan sapta duka Maria. Gedung gereja yang sudah selesai direnovasi ini diberkati dan diresmikan pada tanggal 29 Desember 2007, bertepatan dengan Pesta Keluarga Kudus, oleh Vikjen Keuskupan Purwokerto, Rm. F. Widyantardi, Pr.
Menggantikan Rm. Sheko sebagai pastor bantu, diutuslah Rm. FX. Bagyo Purwosantosa, Pr. Beliau secara resmi hadir di Paroki Gombong sejak tanggal 1 Agustus 2008. Selain sebagai Pastor Bantu Paroki, Rm. Bagyo juga meneruskan karya pendidikan di SMA Pius Bhakti Utama Gombong.
Karena usia dan kondisi kesehatan, Rm. Yitno memohonkan kepada bapa Uskup penggantinya sebagai Pastor Paroki Gombong. Pada tanggal 1 Juli 2009, Rm. Yitno resmi digantikan oleh Rm. Paulus Hendro P., Pr sebagai Pastor Paroki Gombong. Selanjutnya Rm. Yitno menjadi Pastor Bantu Paroki.
Sejak tanggal 15 Juni 2010, Rm. Bagyo pindah ke Jakarta untuk belajar Bahasa Perancis guna persiapan belajar Islamologi di Negara Perancis. Untuk menggantikan Rm. Bagyo, diutuslah Rm. D. Dimas Danang A.W., Pr sebagai Pastor Bantu Paroki Gombong sejak 15 Juni 2010. Selain sebagai Pastor Bantu Paroki, Rm. Danang juga meneruskan keterlibatan aktif para Romo dalam karya pendidikan di SMA Pius Bhakti Utama Gombong.
Paroki St. Mikael Gombong Menatap ke depan
Perkembangan sebuah paroki adalah perkembangan kehidupan berjemaat dalam reksa pastoral yang dipercayakan kepada hirarki bekerja sama dengan kaum awam. Perkembangan kehidupan berjemaat ini nampak dalam dinamika 5 bidang kehidupan gereja : liturgi, pewartaan, pelayanan, persekutuan dan kesaksian imannya. Selama perkembangannya, Paroki St. Mikael Gombong mencoba untuk semakin mendewasa dalam semua bidang kehidupannya. Dirgahayu ke-75 Paroki St. Mikael Gombong, teruslah maju dan berkembang!!!
Sumber : http://stmikael-gombong.net/
Gambar : http://www.parokiku.org/
Wednesday, March 21, 2012
Perjalanan Sejarah Paroki St. Mikael Gombong
Perjalanan Sejarah Paroki St. Mikael Gombong
Reviewed by Your Friend
on
9:10 AM
Rating: 5
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment