
Di Museum Nasional Indonesia di Jakarta disimpan sebuah batu besar yang awalnya ditanam di pantai Sunda Kelapa. Batu berpahatkan tanda salib bertahunkan 1522 ini adalah peringatan hubungan antara pelayaran Portugis dan kerajaan Pajajaran. Ini adalah tanda awal hadirnya Katolik di Jakarta kini.
Kemudian saat VOC berkuasa, 1619 hingga 1792, semua kegiatan Katolik dilarang, dan para imam Katolik juga dilarang untuk berkarya di wilayah kekuasaan VOC di Batavia, bahkan seorang Jesuit Egidius d�Abreu, S.J. dibunuh pada tahun 1624. Kegiatan Katolik hanya diijinkan di luar tembokBatavia bagi orang-orang keturunan Portugis dengan didirikannya Gereja Portugis di luar kota pada tahun 1696, kini menjadi Gereja Sion di Jl. P. Jayakarta. Keturunan Portugis ini juga diberi lahan bertani di daerah yang kini disebut daerah Tugu. Pada abad ke-18 ini VOC membebaskan imam-imam Katolik untuk singgah di Batavia untuk melayani umat-umat, baik yang keturunan Portugis maupun juga pegawai VOC.Pada masa Daendelsbarulah umat Katolik diijinkan untuk merayakan misa secara terbuka, pada tahun 1808. Daendels juga memberikan Gereja Katolik resmi pertama di Batavia pada tahun 1810 bertempat di Gang Kenanga Utara, daerah Senen sekarang. Gereja perdana ini sudah dibongkar pada tahun 1989. Pada tahun 1830 Gubernur Jendral Du Bus de Ghisignies menghibahkan tempat kediaman komandan tentara dan wakil gubernur jendral kepada Prefektur Apostolik Batavia. Di lahan inilah kini berdiri Gereja Katedral Jakarta.
Pada tahun 1856 suster-suster Ursulin mendirikan biara susteran pertama �Groot Kloster� di Batavia di Jl Juanda dilanjutkan biara keduanya �Klein Klooster� di Jl Pos pada tahun 1859 diikuti biara-biara Ursulin lain di daerah Jatinegara dan Kramat. Suster-suster dari Carolus Borromeus membuka Rumah Sakit Sint Carolus pada tahun 1919. Saat-saat awal tersebut imam-imam Jesuitlah yang menyelenggarakan karya pastoral di wilayah Batavia baru kemudian dibantu oleh imam-imam Fransiskan pada tahun 1929 dan imam-imam dari Misionaris Hati Kudus (MSC]] tahun 1932. Dalam bidang pendidikan, imam-imam Yesuit mendirikan Perkumpulan Strada tahun 1924. Sekolah pertamanya dibuka tahun itu juga di daerah Gunung Sahari. Pada tahun 1927 Perkumpulan Strada mendirikan sekolah menengah berasrama di Menteng yang kemudian menjadi Kolese Kanisius pada tahun 1932.
Pada masa pendudukan Jepang, Vikaris Apostolik Batavia saat itu Mgr. P. Willekens S.J. mengusahakan agar rumah sakit dan sekolah-sekolah Katolik untuk tetap beroperasi dan tetap melayani umat Katolik di masa sulit tersebut.

Karya Roh Kudus terus bertumbuh dalam wujud pertambahan jumlah umat hingga tahun 2011 telah mencapai lebih dari 466.638 jiwa dan pendirian paroki-paroki: berawal dari Katedral merambah ke seantero wilayah Ibu Kota Jakarta, Bekasi, dan Tangerang. Secara teritorial Keuskupan Agung Jakarta terbagi ke dalam 8 dekenat dengan 61 paroki dan stasi-stasi yang siap bertumbuh menjadi paroki-paroki baru.
Gerak Roh Kudus pun mewujudkan kekhasan Gereja metropolitan yang dinamis. Kelompok-kelompok Kategorial bertumbuh subur. Di tengah kesibukan, mereka berhimpun membentuk komunitas atas dasar kesamaan/ kedekatan perhatian, minat, bidang panggilan, atau profesi tertentu di antara anggota-anggotanya. Pastoral kategorial dikelompokkan ke dalam tiga kelompok besar: (1) Pemikat (Persaudaraan Mitra Kategorial, (2) Karismatik dan (3) PMKAJ (Pastoral Mahasiswa Keuskupan Agung Jakarta).
Sebagai Gereja, Keuskupan Agung Jakarta telah melintasi waktu lebih dari 200 tahun. Berhimpun dalam kesatuan umat Allah:
1. Mulai dari �umat bawah tanah� di abad ke-17 dan 18
2. Melalui masa-masa tiga Prefektur di kala Jakarta masih bernama Batavia
3. Melintasi zaman Lima Vikaris Apostolik.
4. Hingga berbuah menjadi Gereja particular Keuskupan Agung Jakarta dengan Uskup Agung pertama Mgr. A. Djajasepoetra.
5. Di tengah percepatan pertambahan jumlah umat, di era penggembalaan Mgr. Leo Soekoto, pada tahun 1990 Gereja Jakarta menyelenggarakan Sinode pertama. Visi masa depan pun ditetapkan untuk menjadi Gereja yang mandiri, missioner, berdaya pikat dan daya tahan.
6. Iman mengakar dan bertumbuh di dalam perjalanan sejarah Gereja Keuskupan Agung Jakarta. Tak lekang dalam pergolakan negara dan konflik politisi. Pada dasawarsa yang penuh pergolakan dan perubahan, Keuskupan Agung Jakarta di gembalakan oleh Mgr. Julius Kardinal Darmaatmadja. Di tengah sulitnya mendirikan gedung gereja, pada tgl. 6 Oktober 1996 tonggak sejarah Gereja Jakarta dikenang kembali dengan pemberkatan Gereja Santo Servatius, Paroki Kampung Sawah yang sebagian besar umatnya adalah warga Betawi. Pemberkatan yang menandai dan merayakan seratus tahun berdirinya umat pribumi pertama di Jakarta. Dan pada tahun 2006 dirayakanlah 200th Gereja Keuskupan Agung Jakarta
7. Dengan motto: Serviens Domino cum omni Humilitate, pada tanggal 28 Juni 2010, Mgr. Ignatius Suharyo resmi menjadi Uskup Agung Keuskupan Agung Jakarta. �Aku melayani Tuhan dengan segala kerendahan hati� (Kis. 20:19). Menuntun dan memberi kekuatan dalam pelayanan penggembalaan.
Sumber : http://www.kaj.or.id/keuskupan-agung-jakarta/sejarah-singkat-keuskupan-agung-jakarta
No comments:
Post a Comment