Latest News

Saturday, May 26, 2012

Gereja Katolik St. Albertus, Harapan Indah, Bekasi

Peresmian Gereja Harapan Indah

Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik Antonius Semara Duran meresmikan Gereja Stasi Santo Albertus Harapan Indah, Bekasi, Jawa Barat, Sabtu, 25/6 di Gereja Stasi Harapan Indah.

Peresmian yang diikuti sekitar 400 orang ini dihadiri antara lain para tokoh masyarakat setempat, perwakilan gereja-gereja di Harapan Indah, warga Stasi Santo Albertus Harapan Indah, dan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik Antonius Semara Duran. Acara dimulai dengan doa yang dipimpin Pastor Yonas Manue Hunu SVD yang dilanjutkan dengan sambutan Ketua PPG Christina M.Rantetana.

Dalam sambutannya, Christina M.Rantetana mengatakan, perjuangan membangun gereja cukup panjang sekitar tiga tahun. �Tepatnya dimulai pada tanggal 11 Mei 2008 hingga hari ini karena memang dananya adalah swadaya umat, ada juga sumbangan dari Kementerian Agama melalui Dirjen Bimas Katolik,� tuturnya.

Sementara, keesokan harinya umat Stasi Santo Albertus Harapan Indah mengadakan pemberkatan gedung gereja oleh Uskup Agung Jakarta Mgr Ignatius Suharyo Pr. Sebelum Misa, diadakan penandatanganan prasasti gereja, pengguntingan pita, dan penyerahan kunci untuk membuka pintu gereja. Warga stasi yang hadir sekitar 4000 orang.

Setelah itu, Misa pemberkatan dimulai. Misa diadakan secara konselebrasi. Pastor Yoseph Jaga Dawan SVD, Pastor Alexander Nevi Mapu SVD, Pastor Yonas Manue Hunu SVD, Uskup Agung Emeritus Medan Mgr. A.G. Pius Datubara dan Provinsial SVD Pastor Felix Kadeks Sunartha SVD turut ambil bagian dalam Misa ini.

Dalam kotbahnya, Mgr Haryo berpesan, �Gereja ini tampak agung. Bukan suatu hal yang mudah dalam penyelesaiannya. Semoga gereja ini tidak hanya hadir bagi umat di stasi ini tapi juga hadir bagi masyarakat sekitar. Dan setelah pembangunan gereja ini selesai, masih ada tugas lain, yaitu membangun umat Tuhan.� Menurutnya, umat Katolik hendaknya mau berbagi kehidupan dan berbagi kebaikan. �Semakin kita mau berbagi kehidupan, maka masyarakat akan semakin menikmati buah-buah penebusan Kristus,� tuturnya.

Mgr Haryo berharap, agar segala usaha-usaha yang telah dilakukan menjadi suatu sekolah, pembelajaran untuk semakin berkembang di dalam iman, dalam persaudaraan yang semakin erat yang pada akhirnya akan menimbulkan pelayanan kasih yang semakin kreatif. �Dan semuanya sesuai dengan Arah Dasar Pastoral KAJ, yang telah dicanangkan sejak Paskah,� jelasnya.

Hal senada disampaikan Pastor Felix Kadeks Sunartha SVD. Dalam sambutannya, ia berkata, �Hidup semakin indah jika kita saling memberi, berbagi satu sama lain.� Gereja Stasi Harapan Indah adalah bagian dari Gereja Paroki Santo Mikael Kranji Bekasi, Jawa Barat.

Gereja Katolik Stasi St. Albertus, Harapan Indah- Paroki St. Mikael, Kranji:
Alamat: Jl. Boulevard Kav.23, Kota Mandiri Harapan Indah, Bekasi
Jadwal Perayaan Ekaristi:
Misa Harian (Senin, Rabu, Jumat): Pk. 06.00 WIB
Misa Jumat Pertama: Pk. 19.00 WIB
Misa Mingguan:
Sabtu: Pk. 17.30 WIB
Minggu: Pk. 06.00, 08.30 WIB

Sumber :
http://www.hidupkatolik.com/
http://albertusgregory.blogspot.com/

Tuesday, May 22, 2012

Paroki Santo Paulus Wonosobo

Paroki St. Paulus Wonosobo terletak di jalan raya Wonosobo-Dieng, + 500 m sebelah utara alun-alun Wonosobo. Konon, lantaran tidak mempunyai lahan yang cukup memadai untuk ruang pertemuan, maka pada tahun 2003 diadakan renovasi pastoran yang tepat berada di belakang Gereja. Lantai bawah digunakan sebgai aula dan pastoran menggunakan lantai kedua. Pengaturan semacam ini semakin membuat indah pemandangan sekitar Gereja. Apabila kita lihat dari depan kita akan melihat pemandangan bangunan gereja �Joglo Pangrawit Ceblokan.�

A. Sekelumit Sejarah

Beberapa tanggal penting dalam sejarah paroki Wonosobo :

9 Agustus 1932 : Rm. Dr. C Damman MSC datang ke Wonosobo� ditetapkan sebagai hari jadi paroki Wonosobo.

Minggu, 9 Desember 1934 : gedung gereja baru diberkati oleh Mgr. Visser MSC

Tahun 1937 : para suster Darah Mulia menetap di Banjarnegara (sebelah utara makam pahlawan sekarang) dan mulai berkarya pada sebuah sekolah di sebelah utara yang sekarang menjadi gereja.

7 Februari 1939 : cita-cita Mgr. Visser MSC terwujud dalam sebuah Lembaga Anak Tuna Rungu di bawah asuhan para suster PMY diberkati.

8 April 1940 : Rm. Dr. Damman MSC pindah tugas menjadi pastor pertama �paroki� banjarnegara dengan tugas khusus tetap memperhatikan pendidikan agama anak tunarungu di Wonosobo.

1942 : semua pastor, bruder, dan suster yang berasal dari negeri Belanda diinternir oleh Jepang. Sehingga Keuskupan Purwokerto hanya mempunyai seorang pastor pribumi yaitu Rm. Th. Padmowidjojo MSC yang pada tahun 1945 mulai menetap di Wonosobo

22 Desember 1948 : sehabis misa pagi gedung gereja di bom oleh Belanda, sakristi dan pastoran rusak berat. Karena dikhawatirkan Belanda akan menduduki kota Wonosobo, maka gedung SR pius dibumihanguskan oleh tentara Indonesia.

8 Desember 1955 : Bruder-bruder Caritas (FC) mendirikan karya pendidikan bagi anak-anak tunarungu bagian putra yang kemudian dikenal dengan SLB/B Don Bosco

Beberapa Pastor yang pernah berkarya di wonosobo

1932-1969 : C Damman MSC (1932-1940), J. Burger MSC, B. Kockelkoren MSC, A. Belderok MSC, H. Mannesse MSC, A. Grootveld MSC, W.Switzar MSC, W. Zeegers MSC, Th. Padmowidjojo MSC, P. Van Bilsen MSC, H. Obbens MSC, Th. Tangelder MSC (1953-1957; 1961-1976), Putu Hardjono MSC, J. v.d Pas MSC, M. Pasquarelli MSC, A. Wahyabawana Pr, H. Westerkamp MSC.

1969-1990: P. Rozemeijer MSC (1969-1991), Reksowardojo MSC, T. Wigyosoemarto MSC, W. Kintrup MSC, Al. Sukirdi MSC (2004-2006 jg), Ign. Hadisiswaya MSC (1999-2001, Rb. Siswowiyana MSC (1996-1999 juga), ST. Sumpono MSC, Y. Sumarsono MSC, A. Ardiatmono MSC.

1990-2007: Untung MSC, Sujono MSC, Paul Hendro Pr, Widi Hargono MSC, Suparmanto MSC, Siswanto MSC, Lasono W MSC, Soekmana MSC (sekarang).

B. �Joglo Pangrawit Ceblokan�

Kendati telah mengalami renovasi beberapa bagian dalam Gereja dan Pastoran tahun 2003 lalu, tapi bentuk bangunan gereja yang nampak saat ini tetaplah berbentuk Joglo, lebih khusus disebut gereja �Joglo Pangrawit Ceblokan yang dibangun antara tahun 1980-1984. Bentuk Joglo Pangrawit Ceblokan pada hakekatnya menggambarkan �Wujud lain yang otentik dan asli� dari ide rahim. Rahim adalah perwujudan di alam Hindu dan kebatinan merupakan suatu gua yang gelap, dimana orang sering bersemedi di dalamnya. Inti bait Hindu di India juga disebut Garbha Griha, rahim kediaman. Dengan kata lain, melalui bentuk ini, gereja Wonosobo dimaknai sebagai sebuah rahim, sumber kehidupan tempat benih rahmat diterima. Lebih daripada itu, di dalam rahim juga bersemayam kehidupan, sebuah kehidupan baru yang serba tergantung dari Ibunya. Makna ini hendak mengajak mereka yang memasuki gereja ini untuk merasakan suasana sebuah kehidupan yang masih baru, damai dan bergantung sepenuhnya kepada yang illahi.

Lain daripada itu, bentuk bangunan Joglo Pangrawit Ceblokan juga mengisyaratkan makna inkulturasi, dimana Gereja mau mendekatkan diri dengan budaya jawa (mataraman) sebagai budaya yang dominan. Hal ini perlu dimaklumi, karena kendati paroki Wonosobo terletak di keuskupan Purwokerto yang dominan dengan budaya banyumasan, tetapi Wonosobo merupakan eks-karisidenan kedu dan sebagian besar penduduknya pun merupakan pendatang dari wilayah timur Jateng (yogya dan sekitarnya). Maka,tak heran kalau budaya yang dominan adalah budaya mataraman yang bahasa sehari-harinya merupakan bahasa campuran antara banyumasan dan mataraman.

C. Sejumlah Data Sekarang

1. Batas-batas wilayah

� Utara : Paroki Banjarnegara ( stasi cemara), Paroki Temanggung ( stasi wates)
� Timur : Paroki Kapencar (Kertek)
� Selatan : Paroki Kebumen
� Barat : Paroki Banjarnegara

2. Regional

� Jumlah lingkungan :14

i. Utara: Garung, Manggisan, Bugangan, Longkrang, Kauman (paroki)
ii. Timur: prajuritan, sidojoyo, ngasinan,
iii. Barat: sumberan, sambek, punthuk
iv. Selatan: Jl. Madya (pecinan), Sudagaran, Tosari, Tw. Sari

� Jumlah stasi : 8

i. Utara (lereng sindoro) : Buntu,
ii. Timur : Giyanti, Pucung Pandak,
iii. Selatan : Selomerto, Kaliwiro, Wd. Slintang, Grugu, Lamuk

3. Kategorial

� Organisasi Kategorial Gereja : PPA, Mudika, WK, Wara Kawuri, Dionisia, Koor St. Paulus,
� Pendidikan : TK-SD Pius (PBHK), SMP Bhakti Mulia (PMY), SLB/B Don Bosco (FC), SLB/B Dena Upakara (PMY), pra-TK Indriasana (WK).

4. Data umat (seturut rasa perasaan dan pengamatan selama ini-tanpa sumber resmi)

Sebagian besar umat paroki Wonosobo adalah orang jawa-pendatang-bukan asli Wonosobo yang memilikki latar belakang sebagai guru dan pegawai negeri sipil. Sebagian kecil lainnya adalah orang Tionghoa yang suka berdagang dan bisnis. Maka, dalam kepengurusan paroki, unsur birokratis amat kuat tetapi dukungan materiil juga cukup kuat karena mulai masuknya beberapa saudara/i Tionghoa dalam kepenguruan Dewan Paroki sekitar tahun 2000. Bahkan sekarang -kalau belum diganti- ketua Dewan bidang I juga dijabat oleh orang Tionghoa (Bp. Heru Kristianto).

5. Panggilan

Imam : 2 orang
Calon Imam : 4 orang
Suster : lebih dari 2 orang

Sumber : http://uniokecilpwkt.wordpress.com/

Thursday, May 17, 2012

Paroki Santo Matias Cinere

Pendahuluan
Tersedianya fasilitas tempat ibadah merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia dalam bidang mental/spiritual. Sejalan dengan itulah, Dephankam dan Pimpinan TNI Angkatan Laut menyediakan sebidang tanah untuk pendirian sebuah Gereja Katolik, di lingkungan kompleks TNI AL-Pangkalan Jati, Jakarta Selatan. Atas dasar kehendak baik tersebut, umat Katolik dari Pangkalan Jati, Cinere, Limo, Maruyung dan sekitarnya berusaha sekuat tenaga untuk mewujudkan berdirinya sebuah gereja, yaitu Gereja Katolik Santo Matias.

Mengingat bangunan gereja/kapel yang lama sudah tidak memadai lagi, baik dari segi kapasitas, kualitas serta penataan phisik bangunan, maka umat bekerja keras untuk membangun sebuah gereja yang benar-benar memenuhi kebutuhan umat. Seiring dengan di resmikannya menjadi sebuah paroki, maka dibentuklah Panitia Pembangunan Gereja (PPG) yang mampu merampungkan pembangunan sebuah gereja megah dalam waktu tidak lebih dari satu tahun. Pada tanggal 17 Desember 1995, diresmikanlah Gereja Katolik Santo Matias. Ini semua dapat terwujud berkat dukungan dari pihak pemerintah, dalam hal ini Dephankam dan TNI Angkatan Laut, Panitia Pembangunan Gereja, Pastor Paroki, Dewan Paroki, seluruh umat dan berbagai pihak yang telah memberikan bantuan.

Perjalanan Pengembangan Paroki Santo Matias
Pada awal tahun 1970, ada sekitar 20 keluarga yang tinggal di kompleks TNI-AL Pangkalan Jati, dan beberapa lainnya di sekitar kompleks. Pada waktu itu umat Katolik setempat mendapat bimbingan dari Paroki St. Yohanes Penginjil, Blok B - Kebayoran Baru. Kemudian pada tahun 1976, berdirilah Paroki St. Stephanus - Cilandak. Maka daerah Pangkalan Jati, Cinere dan sekitarnya menjadi salah satu lingkungan dari Paroki St. Stefanus yang dimulai dengan Lingkungan St. Mikael tahun 1978, jumlah umat Katolik di sekitar Pangkalan Jati, Karang Tengah, Cinere, Gandul, Maruyung, Limo dan sebagainya telah mencapai 135 keluarga.

Berdasarkan surat keputusan dari Kanjantamal, tanggal 23 Maret 1980, didirikanlah tempat ibadah umat Katolik yang berupa gereja/kapel yang letaknya di Jl. Baros No. 3 Komp. AL, Pangkalan Jati, berdampingan dengan Mesjid Imam Bonjol, Gereja Kristen Bahtera Allah, serta Pura Amarta Jati untuk umat Hindu. Peresmian gereja/kapel ini dilakukan oleh Laksamana Waluyo Sugito dan di berkati oleh Uskup Agung Jakarta - Mgr. Leo Sukoto SJ.

Seiring dengan perjalanan waktu serta perkembangan umat yang pesat, umat di wilayah ini berkeinginan kuat untuk mendirikan sebuah paroki sendiri. Keinginan ini direstui oleh Uskup Jakarta dan disetujui oleh Uskup Bogor - Mgr. Ignatius Harsono, Pr. dengan mendirikan sebuah yayasan - yaitu YAYASAN KARYA PUTRA. Tujuannya adalah untuk merintis gagasan sebuah paroki baru. Pada tanggal 13 April 1992, dibentuklah Panitia Pembangunan Gereja Cinere. Setelah mempersiapkan diri secara baik, terhitung tanggal 03 Desember 1993 berdirilah Proki Cinere - Keuskupan Bogor, dengan Romo Agustinus Suyatno Pr, sebagai Romo Kepala Paroki, yang secara resmi tiba di Cinere pada tanggal 01 Januari 1994. Pastoran sementara terletak di Jl.Batam No. 307 Blok G. Kompl. Megapolitan Cinere Estate.

Akta Pendirian Paroki ini ditandatangani oleh Mgr. Leo Sukoto SJ, yang pada waktu itu menjabat sebagai Administrator Apostolik Keuskupan Bogor, tertanggal 27 Januari 1994 No. 007/SK-B/1/94.

Secara geografis, batas timur paroki adalah DKI Jakarta dengan Jawa Barat (Kali Krukut). Batas barat adalah Kali Pesanggrahan. Batas utara adalah Jl. Karang Tengah, Jalan Haji Ipin dan Jalan Margasatwa. Sedangkan batas Selatan adalah perbatasan Desa Limo dan Desa Maruyung.

Panitia Pembangunan Gereja mulai bekerja keras dengan aksi-aksi pengumpulan dana, melalui berbagai cara seperti penyebaran amplop sumbangan, hasil penjualan jumputan beras, kertas/koran bekas, macam-macam barang bekas pakai, turnamen olahraga dan macam-macam usaha lainnya. Itu semua merupakan bukti kebulatan tekad umat untuk segera mewujudkan sebuah bangunan gereja dengan peletakan batu pertama oleh Mgr. Michael Cosmas Angkur OFM, Uskup Bogor, pada tanggal 15 Januari 1995.

Atas dukungan berbagai pihak, terutama kesungguhan umat dalam mewujudkan cita-citanya, gedung gereja St. Matias akhirnya berdiri dengan megah, indah, cantik, artistik dan yang jelas cepat selesai. Dengan segala kemurahan dan karunia Tuhan, akhirnya gedung Gereja St. Matias, diresmikan penggunaannya pada tanggal 17 Desember 1995 Oleh Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI Tanto Koeswanto dan di berkati oleh Uskup Bogor Mgr. Michael Cosmas Angkur Djadu OFM.

Perkembangan Umat dan Organisasi Paroki
Hingga pertengahan tahun 1998, jumlah umat yang telah terdaftar mencapai 3.500 jiwa, tersebar di 3 wilayah dan 11 lingkungan. Sebagai kelanjutannya, telah di prog-ramkan pemekaran lingkungan, mengingat perkembangan jumlah umat yang pesat ini.

Romo Agustinus Suyatno Pr menjabat sebagai Pastor Kepala Paroki yang pertama (1994-1997) didampingi oleh Fr. FX Suyono Pr. dan Romo A.H.Y. Sudarto Pr. Selanjutnya Romo Yoseph Hardjono Pr. mendapat tugas sebagai Romo Kepala Paroki yang kedua sejak awal April 1997, didampingi oleh Romo Marcus Santoso Pr.

Dalam menjalankan kegiatan, baik parokial maupun liturgis, para gembala didampingi oleh Dewan Paroki Pleno lengkap dengan berbagai seksi serta organisasi-organisasi lain seperti Wanita Katolik RI, Kelompok Doa Karismatik, Legio Mariae, Mudika, Marriage Encounter, Putra Altar, Warakawuri, Simeon Hanna, Kelompok Doa Senakel.
Dalam mengantisipasi perkembangan yang akan datang, Paroki telah memiliki sebidang tanah seluas +/- 2500 m2 sebagai hibah dari Yayasan Karya Putra, yang terletak di Desa Maruyung.

Nama Pelindung : Santo Matias
Buku Paroki : Sejak tahun 1994
Alamat : Jalan Baros Nomor 3, Pangkalan Jati
Jakarta Selatan 12450, Telepon (021) 7665872, 7694877 Fax. (021) 7667427
Romo Paroki: RD. Frans Mulyadi

Jadwal Perayaan Ekaristi:
- Harian : Pukul 05.30
- Jumat Pertama : Pukul 17.30
- Hari Sabtu : Pukul 17.30
- Hari Minggu : Pukul 06.00, 08.00, 17.30

Sumber : Dokumentasi Paroki "Santo Matias"- Cinere
http://www.keuskupanbogor.org/

Monday, May 14, 2012

Sejarah Gereja Katolik Kristus Raja, Serang, Banten

Nama/Pelindung : Kristus Raja
Buku Paroki : Sejak 4 Oktober 1950.
Sebelumnya di Rangkasbitung.
Alamat : Jalan H. Abdullah No. 2 Serang 42111
Telepon (0254) 218307 Fax. (0254) 200034
Romo Paroki : RD. Agustinus Adi Indiantono

Latar Belakang Sejarah
Pada bulan Juni 1642, daerah Banten kedatangan beberapa Pastur yang pertama kali. Mereka adalah lima orang pater Yesuit. Sambil menunggu kesempatan berlayar menuju Maluku, daerah Indonesia Timur, mereka menetap di Banten kira-kira satu tahun. Sekitar bulan April 1672, Mgr. Pallu, MEP tinggal di Banten hampir setengah tahun. Pada waktu itu, sudah ada beberapa Imam, Bruder, Suster, dan dokter misi yang sedang singgah dalam perjalanan dari Tonkin menuju Madras di India.

Selain itu, pada jaman pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa ini, sudah banyak orang Katolik tinggal di daerah Banten. Mereka adalah orang Eropa, India, Cina, Maluku, Pilipina bahkan sudah ada pastor-pastor dari Konggregasi MEP daro Perancis. Selama masa ini silih berganti pater-pater datang pergi mengurus umat Katolik. Selain Mgr. Pallu MEP, ada juga Mgr. de la Chiesa OFM yang merupakan Uskup terakhir yang tinggal di Banten.

Pada Tahun 1672, VOC menaklukan Banten. Sultan Ageng Tirtayasa ditangkap, orang-orang asing non Belanda diusir dan agama Katolik dimusuhi. Akhirnya bibit Katolik satu per satu lenyap dan baru muncul lagi ketika kebebasan beragama dicanangkan oleh Gubernur Jendral Daendels.

Perkembangan Gereja Serang tetap belum menggembirakan, namun bibit-bibit memang mulai tumbuh walaupun kecil. Di antara mereka, kebanyakan tentara Belanda atau Ambtenaar atau orang "Onderneming". Pada masa ini, Serang dilayani langsung dari Batavia, belum ada seorang pater yang menetap. Baru tahun 1931, Pater Heitkonig OFM datang secara tetap dari Rangkasbitung. Beliau membeli rumah dekat alun-alun Barat Serang, dan juga membeli tanah kebun yang rindang yang sekarang kita kenal sebagai komplek Mardi Yuana. Selain Pater Heitkonig OFM, ada tiga pater yang tinggal agak menetap yaitu Pater Lunter SY, Pater Teepe OFM, dan Pater van der Hooge yang mulai merintis Sekolah Misi Katolik, yang pengelolaannya dipercayakan kepada suster-suster FMM.


Awal Pembaptisan Umat Katolik
Tahun 1931-1939 sebelum kedatangan Jepang, di Serang sudah mulai ada pembaptisan. Mereka adalah anak-anak dari keluarga Belanda, Maluku maupun Jawa. Jumlah orang yang di baptis ada 31 jiwa dan semua dicatat dalam buku pembaptisan di Batavia, karena Serang masih dibawah Prefektur Batavia. Ketika Jepang masuk Indonesia melalui Merak, para Suster dan Pater yang mulai berkarya di Serang terpaksa kembali ke Bogor dan ada yang menjadi tawanan Jepang. Umat Katolik Serang yang masih sedikit itu menjadi tidak menentu nasibnya. Ada yang ditawan, ada yang meninggalkan Serang. Seakan sebersit cahaya yang pernah ada tiba-tiba redup dan padam.

Masa Baru Perkembangan Paroki
Kalau pada jaman kerajaan Banten (1550-1784) boleh dikatakan jaman Kegerejaan I dan jaman "Kebebasan memeluk agama" maka sejak tahun 1808 hingga perang dunia II kita sebut tahun kegerejaan Serang II, dan mulai tahun 1949 sampai sekarang merupakan tahun kegerejaan Serang III. Tahun kegerejaan III ini dimulai ketika Pater Koesnen OFM datang ke Serang sekitar bulan Oktober 1949. Beliau meminta sebuah rumah pastor yang dahulu dirampas Jepang dan kemudian dipakai oleh tentara Belanda. Hal ini baru terlaksana sekitar bulan November 1949. Pastoran dan kompleksnya berhasil diminta dari tangan Belanda dan tidak jatuh ke tangan orang lain. Pater Koesnen OFM juga kembali mendapat bantuan dari suster-suster FMM (antara lain Sr. M. Yose). Para suster FMM ini melanjutkan membuka sekolah yang menjadi bibit subur sekolah Mardi Yuana di Serang sekarang ini. Bulan Juli 1955, rumah di Jl. Abdullah berhasil di beli dari seorang Panji (Wedana). Rumah dan tanah seluas 5.080 M2 itu dibeli dengan harga yang murah yang saat itu seharga Rp 50.000,- Rumah itu cepat-cepat dibenahi, sebagian diantaranya untuk kapel yang kapasitasnya memuat 70 orang. Setelah semua siap, maka pada tanggal 15 Agustus, rumah dan kapel diberkati dan hari itu juga seluruh keperluan Gereja beserta para pastornya diboyong ke Jl. Abdullah nomor 2 (dahulu Jalan Masigit 2). Tanggal 15 Agustus 1955, dijadikanlah sebuah momentum bersejarah, yaitu hari lahirnya Gereja di Serang, dengan nama "Kristus Salvator", atau kemudian "Kristus Raja".Tahun 1976 mulai diadakan perluasan Gereja, semula 6 x 10 meter menjadi 20 x 10 meter dengan perombakan beberapa kamar Pastoran. Para pastor pindah ke rumah yang dahulu ditempati para guru SMP/SMA antara lain kamar Bapak Djemingoen, seorang aktivis gereja. Perluasan ini selesai dan diberkati tanggal 17 Mei 1977.

Tanggal 15 Oktober 1983, dimulai peletakan batu pertama untuk membangun Gereja Baru. Gereja lama dengan seluruh bangunan dan isinya disingkirkan, karena dirasa terlalu sempit dan kurang layak untuk menyambut tahun 2000-an. Dengann dipelopori oleh Dewan Paroki masa kepengurusan Bpk. Sunyoto, beserta Panitia Pembangunan Bpk. Petrus "Prima" dan Pak Petrus Purba serta dorongan dari Romo T. Suhardi Pr., umat diajak bergotong royong dan bekerja keras untuk mencari dana, baik berupa uang maupun material. Ibu Laurentia Liem Tjun Mey dan Bpk. Barin termasuk diantara beberapa orang donator. Akhirnya berdirilah sebuah Gereja yang megah di Serang. Hal itu dapat terwujud berkat ketekunan dan kerja keras yang disertai dengan tetesan keringat dan deraian air mata keharuan. Tanggal 6 Juli 1986 Gereja itu diberkati oleh Bapak Uskup Mgr. Harsono Pr. Pada tanggal 19 Juli 1992, Mgr. Ignatius Harsono, Pr. mengangkat Rm. M. Suharsono Pr dan tim kerjanya untuk memugar gedung Pastoran lama dan membangun gedung baru yang cukup representatif. Akhirnya berdirilah gedung Pastoran yang megah dan diresmikan oleh Mgr. Michael Cosmas Angkur OFM pada tanggal 12 Februari 1995.

Penduduk Serang
Paroki Kristus Raja Serang terletak di ujung barat pulau Jawa. Paroki Kristus Raja Serang meliputi daerah tingkat II Kabupaten Serang dengan batasan-batasan daerah, bagian barat berbatasan dengan Selat Sunda, utara berbatasan dengan Laut Jawa, selatan berbatasan Kabupaten Pandeglang dan timur berbatasan denang Kabupaten Tangerang.

Penduduk daerah tingkat II Kabupaten Serang sangat majemuk. Berbagai macam suku bangsa terdapat di wilayah Serang ini. Mayoritas adalah suku bangsa Jawa atau "Sunda Banten", para pendatang dari berbagai penjuru nusantara dari Sabang sampai Merauke. Ada pula sejumlah besar orang-orang Cina tinggal di kota Serang dan Cilegon, dan ada lagi beberapa pendatang dari luar negeri yang bekerja di pusat-pusat industri. Mereka adalah orang-orang dari Taiwan, Korea, Amerika, Philipina, Mexico dan lain-lain. Penduduk setempat mayoritas memeluk agama Islam, sedangkan para pendatang memeluk aneka macam agama atau kepercayaan lainnya, misalnya Agama Kristen Protestan, Katolik, Budha, Hindu, dan Kepercayaan atau kebatinan. Sekian banyak wilayah dan gaya hidup masyarakat Serang didominasi oleh kegiatan industri di pabrik-pabrik. Perhatian kepada penghidupan bertani, beternak dan nelayan sudah sangat berkurang. Memang untuk urusan pendidikan sudah terdapat banyak dari tingkat TK, SD, SLTP, SMU sampai dengan perguruan tinggi baik negeri maupun swasta, yang diperkaya lagi oleh hadirnya pusat-pusat pendidikan Islam atau pesantren, akan tetapi untuk lebih maju di bidang pendidikan, banyak orang Serang belajar keluar kota, misalnya: Jakarta, Bogor, Bandung, Lampung dan bahkan ke luar negeri. Belum meratanya sentuhan pendidikan formal di wilayah Serang berakibat masih sangat banyaklah anggota masyarakat yang miskin di bidang ilmu pengetahuan dan di bidang penghidupan. Masih ada banyak desa atau anggota masyarakat hidup pada tingkat pra-sejahtera dan di bawah garis kemiskinan. Keadaan seperti inilah yang senantiasa memanggil, mengetuk dan menantang karya pelayanan Gereja untuk terlibat ke dalamnya.

Sampai hari ini belum ada penduduk di Serang yang menjadi anggota Gereja Serang. Semoga kelak Tuhan juga memanggil anggota baru dari penduduk asli di Serang ini. Pertambahan jumlah umat di sini umumnya karena kelahiran anggota keluarga itu sendiri, ditambah warga pendatang dari luar Serang yang bekerja di daerah Serang ini. Walaupun umat Katolik pendatang warga Gereja Serang ini tersebar di beberapa wilayah yang berjauhan, hal itu tidak menghambat semangat mereka untuk hidup menggereja. Keadaan tempat tinggal yang berjauhan inilah yang menjadi salah satu kendala bagi umat Paroki Serang yang belum mampu mendirikan Gereja Stasi di luar kota Serang, yang dapat meringankan umat untuk beribadah. Jumlah umat Katolik pada akhir Desember 1997 adalah 3.678 orang.

Umat Paroki terbagi dalam 5 Wilayah dengan 14 Lingkungan. Kelima wilayah tersebut terdiri atas:
1. Wilayah Serang dengan 4 Lingkungan.
2. Wilayah Cilegon dengan 7 Lingkungan.
3. Wilayah Anyer dengan 1 Lingkungan.
4. Wilayah Merak dengan 1 Lingkungan.
5. Wilayah Kragilan dan Cikande.

Wadah dan Organisasi
Untuk pembinaan iman umat dan pelaksanaan karya pastoral di Serang dibentuk aneka wadah dan organisasi yang kini berlangsung baik, antara lain Sekolah Minggu, Putera Altar, MUDIKA, Paguyuban Keluarga Katolik, WKRI, PD Karismatik, Pelayanan Kematian "St. Yusuf", Proyek Orang Tua Asuh dan Anak Asuh, SSP St. Mikael Cilegon, Pembinaan Iman Siswa-Siswa Sekolah Negeri. Di Serang (dan Cilegon) pun ada Sekolah Katolik mulai dari TK sampai dengan SMU.

Kelemahan dan Keunggulan
Kelemahan yang ada di Paroki Serang ialah ditandai dengan belum adanya gedung Gereja di luar kota Serang. Keadaan ini sangat menghambat niatan umat untuk lebih bersungguh-sungguh dalam menggereja, termasuk pula berkait erat dengan banyaknya biaya yang harus dikeluarkan oleh umat untuk datang ke Gereja.

Kondisi minoritas umat Katolik di hadapan masyarakat Islam, Budha, Protestan dan lain-lain berdampak sangat tingginya angka "Kawin Campur". Kondisi sulit itu tidak menyurutkan semangat umat untuk tetap setia dalam menggereja. Keunggulan iman umat telah mendorong umat tetap eksis. Adanya rasa senasib dan sepenanggungan dan seiman dalam Tuhan Yesus Kristus, telah menyemangati umat dari berbagai Gereja di Serang: Katolik, HKBP, Bethel, GKI, Advent, Baptis dan beberapa aliran Pantekosta, untuk tetap seiring sejalan dengan semangat "Oekumenis".

Di Paroki Serang hanya tersedia 1 Gereja sebagai rumah ibadat. Umat paroki Serang tersebar di 5 wilayah yang berjauhan dan lokasinya jauh dari Gereja. Itulah yang merupakan hambatan bagi sebagian umat yang tinggal jauh. Keunggulan umat Paroki Serang dengan kondisi saat ini sebagai umat minoritas adalah mampu untuk membina kerukunan dan persaudaraan dengan umat lain.
Para Pastor yang pernah bertugas di gereja Serang
1. Pastur Loenter, SJ
2. Pastur Heitkonig, OFM
3. Pastur Teepe, OFM
4. Pastur C.S Tjipto Koesoemo, Pr
5. Pastur van der Hoogen, OFM
6. Pastur Koesnen, OFM
7. Pastur Adi Kardjono, Pr
8. Pastur Bloemen, OFM
9. Pastur van der Voort, OFM
10. Pastur Vermeulen, OFM
11. Pastur Wiryo Sutono, OFM
12. Pastur Rijper, OFM
13. Pastur Sutoyo, OFM
14. Pastur Romulus, Pr
15. Pastur Sunarto, Pr
16. Pastur Felix Teguh Suwarno, Pr
17. Pastur T. Suhardi, Pr
18. Pastur P. Haruna, Pr
19. Pastur M. Suharsono, Pr
20. Pastur T. Suyoto, Pr
21. Pastur A. Broto Wiratmo, Pr
22. Pastur Markus Lukas, Pr
23. Pastur Y.M. Ridwan Amo, Pr
24. Pastur B. Wotoseputro, Pr
25. Pastur R. Eeng Gunawan, Pr
26. Pastur Thomas Saidi, Pr

Jadwal Perayaan Ekaristi:
Mingguan : Sabtu Pukul 17.30 WIB
Minggu Pukul 06.00, 08.00 dan 17.00
Harian : Pukul 06.00

Kapel Susteran FMM
Jalan KH. Samaun Nomor 1
Serang
Telepon (0254) 200186
Jadwal Ekaristi:
Misa Harian : Pukul 06.00 WIB

Cilegon: Cilegon belum ada gedung gereja.
Jadwal Ekaristi:
Misa Minggu I : Pukul 16.00 WIB

Gereja lain:
Gereja Katolik Bapa Abraham
Kompleks Kopassus Serang
Jadwal Ekaristi: Sabtu pukul 16.00.

Merak :
Jadwal Ekaristi:
Misa Minggu I : Pukul 19.00 WIB

Cikande :
Jadwal Ekaristi:

Sumber : http://www.keuskupanbogor.org/
Gambar : http://albertusgregory.blogspot.com/

Thursday, May 10, 2012

Paroki Santo Markus Depok Timur

Langkah awal perkembangan Gereja Katolik Santo Markus Depok II Timur mulai dirintis pada bulan Desember 1979 oleh L. Supratjojo, Fx. Sastro Prajitno, dan PC. Sudirman, yaitu awal penghunian Perumnas Kawasan Depok II Timur. Langkah tersebut dilakukan dengan mencari nama dan alamat umat katolik dari pintu ke pintu dan juga melalui kantor Perum Perumnas Kawasan Depok II Timur, khususnya dari daftar penghunian yang ada di sana.

Dari usaha tersebut, maka pada bulan Februari 1980 telah terhimpun umat Katolik sebanyak 26 Kepala Keluarga. Dengan terhimpunnya 26 Kepala Keluarga tersebut, penghimpunan umat selanjutnya berjalan dengan lancar, kendati informasi itu dilakukan dari mulut ke mulut.

Sebelumnya, yaitu pada tanggal 20 Januari 1980 PC. Sudirman dengan Th. Sadadi menemui Pastor Y. Suparman, Pr. di Cibinong. Dari hasil pembicaraan tersebut, Pastor Y. Suparman, Pr. menyatakan akan segera berkunjung ke Depok Timur sekaligus menyanggupi untuk menjadi Pembina.

Kemudian pada tanggal 7 Februari 1980 di rumah keluarga Th. Sadadi, yaitu di Jalan Lesung II nomor 228 diadakan perayaan Ekaristi yang dihadiri 35 orang. Perayaan Ekaristi ini adalah yang pertama kali diadakan di kompleks Perumnas Kawasan Depok II Timur. Kemudian, perayaan Ekaristi masih terus dilaksanakan sekalipun dengan tempat-tempat yang berpindah-pindah.

Setelah perayaan Ekaristi tanggal 7 Februari 1980 tersebut dilanjutkan pertemuan sebagai perkenalan. Atas anjuran Pastor Y. Suparman, Pr., yang saat itu kebetulan memimpin ibadat, maka diadakan pemilihan pengurus lingkungan. Dalam pertemuan tersebut disepakatilah pengurus lingkungan dengan susunan: Fx. Sastro Prajitno (Sebagai Penasehat), Y. Lakon (Ketua), L. Supratjojo (Wakil Ketua), PC. Sudirman (Sekretaris), Th. Sadadi (Bendahara).

Dengan terbentuknya pengurus lingkungan tersebut, maka saat itu pulalah Paroki Depok II Timur mulai tumbuh dan berkembang.

Kegiatan-kegiatan umat untuk selanjutnya juga masih amat terbatas. Misa diadakan setiap hari minggu dengan mengambil tempat dan waktu yang masih belum menentu. Dengan kegiatan misa yang berpindah-pindah dan waktu yang tidak pasti itu di sisi lain amat membantu dalam penghimpunan umat. Atas kesediaan keluarga Y. Lakon, maka kegiatan perayaan Ekaristi Kudus ditetapkan di rumah keluarga Y. Lakon dengan mengambil waktu pukul 17.00 WIB.

Usaha Membangun Kapel
Walupun lingkungan sudah terbentuk, namun kegiatan-kegiatan umat saat itu masih sangat sedikit jumlahnya, bahkan itu pun mulai dirintis. Atas dorongan Pastor Pembina, para pengurus lingkungan sepakat untuk merintis pembangunan gedung ibadat sementara (Kapel). Pada tanggal 31 Maret 1980 dimulailah pengurusan izin dan persyaratan pembangunan gedung kepada Perum Perumnas dan Pemerintah Daerah. Setelah hamper tiga bulan, maka pada tanggal 24 November 1980 Surat Ijin Prinsip dari Pimpinan Perumnas telah berhasil terbit. Pada surat tersebut juga ditunjukkan lokasinya, yaitu di Jalan Kerinci Ujung atau sisi jalan Dempo Raya.

Pada tanggal 9 Desember 1980 pembangunan fisik dimulai. Dana yang berhasil dikumpulkan dari umat berwujud bahan bangunan dan uang. Pembangunan gedung yang berukuran lebih kurang 8 x 15 meter itu pada perayaan Natal 1980 sudah dapat digunakan untuk perayaan Ekaristi Malam Natal. Walaupun kondisinya belum memadai karena lantainya masih berupa tanah dan dinding belum diplester dengan semen, namun hal itu tidak mengurangi khidmatnya melaksanakan perayaan Ekaristi Natal.

Berkat kerja sama umat dan seiring dengan makin bertambahnya umat baru, khususnya para penghuni Perumnas, maka pembangunan gedung Gereja yang menelan biaya hampir Rp 4.000.000,00, maka pada bulan Juni 1982 gedung Gereja tersebut selesai. Dengan selesainya pembangunan gedung Gereja yang masih bersifat sementara ini, maka setiap perayaan Ekaristi dipindahkan dari keluarga Y. Lakon ke gedung baru tersebut.

Untuk memperlancar komunikasi dan kerjasama, maka lingkungan Depok II Timur dibagi dalam kelompok yang mengikuti nama Blok pada Perumnas tersebut. Mulai saat itu pula kegiatan-kegiatan pembinaan dan pelayanan mulai dirintis. Kegiatan-kegiatan itu antara lain Sekolah Minggu, pengajaran agama untuk katekumen dewasa, persiapan perkawinan, dan doa bergilir.

Dari kegiatan-kegiatan yang bersifat pewartaan dan pembinaan tersebut, maka selama tahun 1980 telah membaptis umat baru, yang terdiri atas anak-anak sebanyak 18 orang anak, 6 orang dewasa, 11 orang peserta Krisma, dan 5 pasang pemberkatan pernikahan. Seiring dengan itu pula, maka terbentuklah beberapa perkumpulan umat, yaitu Rukun Ibu-ibu Katolik (RIKA) yang dibentuk pada tanggal 2 Maret 1980, Perkumpulan Muda-mudi Katolik (Mudika) yang terbentuk pada tanggal 28 September 1980.

Atas anjuran dan restu Bapa Uskup Bogor serta didukung oleh Pastor Pembina, maka pada tanggal 21 November 1980 berdirilah yayasan Bintang Timur yang mengelola sebuah Taman Kanak-kanak dengan nama "Santo Yoseph". Tempat kegiatan belajar-mengajar TKK tersebut dilaksanakan di Kapel pada hari-hari kerja biasa atau selama Kapel tidak digunakan untuk kegiatan ibadat.

Memperoleh Status Sebagai Stasi
Pada tanggal 15 Februari 1981 dalam suatu rapat lingkungan yang dihadiri oleh pengurus lingkungan dan kelompok serta dihadiri oleh Pastor Pembina Y. Suparman, Pr., disetujui bahwa Lingkungan Depok Timur harus ditingkatkan statusnya menjadi stasi. Hal tersebut dipertimbangkannya bahwa jumlah umat yang semakin bertambah tentunya yang diiringi pula oleh semakin bertambahnya para penghuni Perumnas Depok II Timur tersebut yang saat itu sudah mencapai 75 Kepala Keluarga. Atas saran dan anjuran Pastor Pembina, maka Stasi Depok II Timur menggunakan nama pelindung "Santo Markus". Dengan demikian, karena Lingkungan telah berubah menjadi Stasi, maka kelompok yang menggunakan nama Blok tadi dinaikkan statusnya menjadi Lingkungan. Saat itu pula Stasi Santo Markus mempunyai 6 Lingkungan, yaitu Lingkungan Santo Benedictus, Lingkungan Santa Theresia, Lingkungan Santo Blasius, Lingkungan Santa Christina, Lingkungan Santo Yustinus, Lingkungan Santo Ignatius, dan pada tahun 1984 bertambah 1 Lingkungan lagi, yaitu Lingkungan Santo Bertinus yang wilayahnya berada di komplek Perumahan Pelni Kampung Sugutamu.

Setelah berhasil mengembangkan karya pelayanannya di Paroki ini, maka akhir tahun 1981 Pastor Y. Suparman , Pr. dialihtugaskan ke Keuskupan Bogor dan digantikan oleh Pastor A. Brotowiratmo, Pr. Semasa Pastor A. Brotowiratmo, Pr. berkarya, maka keadaan umat sudah lebih mantap, karena tempat pusat kegiatan sudah ada. Kegiatan umat juga semakin meningkat, jumlah umat semakin bertambah yang saat itu tercatat sekitar 192 Kepala Keluarga, dan kegiatan Liturgi pun semakin semarak. Bahkan, dalam masa pembinaan Pastor A. Brotowiratmo, Pr. ini, proyek yang cukup besar adalah pembangunan gedung gereja permanen. Modal proyek ini adalah uang sisa dari pembangunan kapel berupa uang kontan yang saat itu sebesar Rp 512.175,00 dan bahan bangunan senilai Rp 104.000,00.

Pada bulan April 1983 dimulailah pekerjaan fisik dengan mengerahkan umat untuk kerja bakti menggali lubang fondasi. Dalam usaha pembangunan gedung gereja permanen ini tidak bisa dilupakan peran dan jasa FX. Hambali, seorang arsitek yang juga menjadi Ketua Wilayah di Paroki Santo Yohanes Penginjil Blok B Kebayoran Baru Jakarta. Setelah hampir 4 tahun umat berjuang menghimpun dana, maka pada tanggal 18 Desember 1998 salib besar berhasil dipasang. Salib besar tersebut harganya mencapai 1,6 juta itu adalah karya pemahat asli dari Jepara yang bernama Sumiat dengan manajernya Bachrin. Mereka adalah seorang muslim yang sangat taat, namun dalam pengerjaan Salib tersebut mereka tidak segan-segan untuk memandang Salib modelnya serta Kain Kafan dari Turin sebagai referensinya. Pada tanggal 21 April 1989 gedung yang menelan biaya lebih dari Rp 92.000.000 itu selesai dan pada tanggal 11 Februari 1990 Bapa Uskup (saat itu Mgr. Ign Harsono, Pr.) memberkati gedung Gereja dan diresmikan oleh Walikota Kotif Depok, yaitu Drs. Abdul Wachyan.

Kelompok-kelompok Kegiatan
Semasa pelayanan Pastor A. Brotowiratmo, Pr itu pula mulailah dikembangkan beberapa kegiatan-kegiatan Gereja.

Kerasulan Doa Maria Fatima (KMF) untuk Depok II Timur disahkan pada tanggal 6 Maret 1983. Kelompok ini sangat mendukung dalam pembinaan iman umat melalui devosi kepada Maria. Setiap Lingkungan kegiatan doa tersebut dilaksanakan secara bergiliran dan berjalan dengan rutin yang diikuti dengan latihan Koor. Begitu pula untuk perayaan Ekaristi digilir per lingkungan. Mengingat jumlah umat yang kian bertambah, tidak mustahil persoalan-persoalan kehidupan umat yang dihadapi pun semakin bertambah pula. Oleh sebab itu, Pastor Pembina mengadakan kunjungan keluarga yang terjadwal secara teratur untuk melayani umat yang bermasalah ataupun sekedar kunjungan silahturami. Selain itu, pengajaran agama kepada anak-anak yang menangani anak-anak sekolah negeri juga dilakukan oleh pengurus Stasi yang ditampung di Sekolah Minggu. Yang lebih membanggakan adalah berhasilnya Stasi Santo Markus mengadakan kerjasama dengan SMP Negri 3 Depok untuk ikut memberi pelajaran agama Katolik di sekolah tersebut bagi anak-anak yang beragama Katolik.

Di bidang sosial, ibu-ibu RIKA selalu mengadakan kunjungan ke Panti-panti Asuhan, di antaranya pada tahun 1983 yang mengadakan kunjungan di Panti Asuhan Cilingcing, Jakarta Utara. Pada tahun 1984 melaksanakan kunjungan ke Panti Asuhan Boro Kulon Progo Yogyakarta, sekaligus ziarah ke Gua Maria Sendang Sono.

Bulan Agustus 1990 Pastor A. Brotowiratmo, Pr. dialihtugaskan ke Keuskupan Bogor dan digantikan oleh Pastor Paroki Cibinong, yaitu Pastor Frans Lorry, Pr. Semasa jabatannya dikembangkan pula struktur wilayah pelayanan lingkungan. Sekitar tahun 1993 seiring perkembangan Real Estate di sekitar Komplek Perumnas, maka wilayah pelayanan Lingkungan Benedictus yang umatnya melebihi 100 Kepala Keluarga, dikembangkan menjadi 2 Lingkungan, yaitu Lingkungan Santo Benedictus dan Lingkungan Santo Fransiskus Xaverius. Semasa Pastor Frans Lorry, Pr. proyek yang sangat besar adalah pembangunan gedung pastoran. Pembangunan ini dimulai pada tanggal 3 Desember 1990 dan selesai pada tanggal 20 Agustus 1993 dengan menghabiskan biaya sebesar kurang lebih Rp 66,6 juta.


Depok Timur Menjadi Paroki St. Markus
Dengan selesainya gedung Pastoran ini, Stasi Santo Markus rasanya sudah layak untuk menjadi sebuah Paroki. Permohonan serta harapan umat yang sudah mencapai 500 Kepala Keluarga itu disetujui oleh Bapa Uskup. Pada tanggal 20 November 1994 Stasi Santo Markus diresmikan menjadi Paroki "Santo Markus" oleh Bapa Uskup Mgr. Michael Cosmas Angkur, OFM yang sekaligus pula melantik Dewan Paroki. Upacara tersebut dilaksanakan dalam suatu perayaan Ekaristi.

Pada saat peresmian Paroki "Santo Markus" itu pula, maka Pastor Christoforus Lamen Sani, Pr. langsung menjabat sebagai Pastor Paroki. Beliau berkarya di Paroki "Santo Markus" sekitar 2 tahun yang kemudian pada tahun 1997 dipindahkan ke Paroki "Santo Fransiskus" Sukasari Bogor. Sempat pada masa jabatannya itu, beliau melaksanakan pengadaan kendaraan dinas Paroki.

Pada bulan Januari 1997 dilaksanakanlah serah terima jabatan Pastor Kepala Paroki dari Pastor Christoforus Lamen Sani, Pr. kepada Pastor Tarsisius Suyoto, Pr. yang disaksikan oleh Bapa Uskup Mgr. Michael Cosmas Angkur, OFM dalam perayaan Ekaristi. Pada saat itu pula Paroki Santo Markus Depok II Timur terbagi atas 8 wilayah dan 19 lingkungan. Baru menjabat sekitar 1 tahun sebagai Pastor Kepala Paroki, Pastor Tarsisius Suyoto, Pr. telah berhasil mengadakan renovasi gedung gereja dan perbaikan gedung Kapel yang lama dan dijadikan Gedung Serba Guna. Kemudian berhasil pula melengkapi Gereja dengan peralatan-peralatan Liturgi yang lebih memadai, di antaranya Relief Peristiwa Jalan Salib yang terbuat dari Fiber Glass.

Perjalanan panjang Paroki "Santo Markus" di atas tidak akan berakhir di situ saja. Masih begitu panjang perjalanan yang harus ditempuh. Tentunya dengan suatu keyakinan bahwa Tuhan tidak akan diam untuk umatnya yang terus berkarya untuk memujiNya serta menyampaikan PenyelamatanNya ini. Kita selalu berdoa saja.

Nama Pelindung : Santo Markus
Buku Paroki : 1994
Alamat : Jalan Kerinci Raya No. 11, Depok II Timur 16417
Telepon (021) 7703229 Fax. (021) 77820656
Romo Paroki : Rm. Antonius Dwi Haryanto, Pr

Jadwal Perayaan Ekaristi
Harian : Pukul 05.30WIB
Jumat I : Pukul 19.00 WIB
Sabtu : Pukul 18.00 WIB
Minggu : Pukul 07.00 WIB
Pukul 18.00 WIB

Sumber : Ign. Wasiran, Th. Sadadi, A.C. Tukiman
http://www.keuskupanbogor.org/paroki/depoktimur.htm

Saturday, May 5, 2012

Paroki Santo Mateus Depok II Tengah

Mengawali Sebuah Jemaat

Pada dasawarsa tujuhpuluhan, pemerintah mulai membangun banyak kompleks pemukiman-pemukiman baru di sekitar Jabodetabek. Perumnas memrakarsai pembangunan pemukiman di Klender, Bogor, Tangerang, Depok, dan Bekasi. Perumnas Depok II Timur dan Depok II Tengah dibangun setelah suksesnya pembangunan pemukiman di Depok Jaya. Perumnas Depok II Tengah mulai dihuni pada sekitar bulan April 1979, dengan penghuni mayoritas para Pegawai Negeri dan anggota ABRI.

Beberapa bulan kemudian, tepatnya bulan Juli 1979, misa pertama di Depok Tengah dilakukan di rumah keluarga Bp. R. J. Suhardji (Jln. Rebab), dipimpin oleh Romo R. Koesnen OFM, pastor dari Paroki St. Paulus, Depok Lama. Sedangkan misa kedua dilakukan di rumah keluarga Bp. Sukoco (Jl. Beringin), dipimpin oleh Romo J. Suparman Pr, pastor dari Paroki Keluarga Kudus, Cibinong, yang juga pada saat itu menjabat sebagai Vikjen Keuskupan Bogor. Secara geografis, wilayah Depok Tengah berada di sebelah kanan Sungai Ciliwung (dari arah Bogor). Oleh karenanya, sesuai dengan peta pelayanan jemaat & paroki-paroki di Keuskupan Bogor, maka reksa pastoralnya berada di bawah tanggungjawab paroki Cibinong, meskipun letaknya lebih dekat dengan Depok Lama.

Pada tanggal 21 September 1979, beberapa orang tokoh umat berinisiatif untuk mengadakan pertemuan bersama wakil-wakil Umat Katolik penghuni Perumnas Depok II Tengah bersama Rm. Koesnen OFM (Depok Lama) dan Rm. Benedictus Sudjarwo Pr (Pastor Paroki Cibinong). Disepakati untuk membagi Wilayah Depok Tengah menjadi 4 Kelompok. Kelompok I, terdiri dari umat yang tinggal di daerah yang bernama jalan kerajaan dan tarian. Kelompok II, dengan nama alat musik. Kelompok III, dengan nama pohon, dan kelompok IV, dengan nama wayang. Sedangkan reksa pastoral dipercayakan kepada Rm. R. Koesnen OFM. Dua bulan kemudian, tepatnya pada tanggal 29 November 1979, oleh Rm B. Sudjarwo Pr (Pastor Paroki Cibinong), Depok II Tengah ditetapkan statusnya sebagai Lingkungan St. Mateus, bagian dari Paroki Cibinong. Sebagai ketua lingkungan, ditunjuklah Bp. R.Y. Suhardji (1979-1980), kemudian Bp. St. Yos Sutardjo (1980-1981).


Menjadi Sebuah Gereja Mandiri

Perkembangan jumlah umat telah menuntut pendampingan pembinaan iman yang serius. Dalam suasana yang serba darurat, "gereja diaspora" ini berusaha terus untuk menjadi gereja yang mandiri. Pemukiman Depok II Tengah, sebagaimana pemukiman-pemukiman lain yang dibangun oleh Perum Perumnas, dihuni oleh warga yang berasal dari bermacam-macam latar belakang. Warga yang beragama Katolikpun mendapat fasilitas tanah untuk keperluan rumah ibadatnya, seluas 1000 meter persegi, di persilangan Jalan Sadewa dan Jalan Nakula. Pada tanggal 11 Januari 1980 dilakukan peletakan batu pertama pembangunan Gereja St. Mateus oleh Rm. J. Suparman Pr, Vikjen Keuskupan Bogor. Panitia Pembangunan diketuai oleh Bp. S. Parnoto. Dengan demikian, status Lingkungan St. Mateus kini ditingkatkan lagi menjadi Stasi St. Mateus, Depok II Tengah. Kelompok-kelompok umat yang telah ada, kini berubah menjadi Lingkungan I St. Petrus, Lingkungan II St. Paulus, Lingkungan III St. Ignatius, Lingkungan IV St. Yohanes, dan Lingkungan V St. Gregorius Agung (yang sebenarnya merupakan pemecahan dari Kelompok I).

Gedung gereja St. Mateus dibangun dengan swadaya umat Depok Tengah sendiri. Perlahan-lahan, bahkan seperti terseok-seok pada awalnya. Buah perjuangan berat ini menjadi nyata, ketika pada tanggal 29 September 1985, Mgr. Ignatius Harsono Pr, Uskup Bogor pada saat itu, memberkati dan meresmikan gedung gereja St. Mateus. Pelayanan pastoral umat masih dilakukan bergiliran oleh para pastor dari Depok Lama, Cibinong, dan Bogor. Baru setahun kemudian, tepatnya tahun 1986, Romo Markus Gunadi OFM dari Paroki Depok Lama, ditugaskan menangani reksa pastoral umat Depok Tengah.

Perkembangan Stasi St. Mateus tak mungkin hanya mengandalkan sebuah kompleks perumahan. Kawasan perumahan di sekitar Jabodetabek pada dasawarsa delapanpuluhan dan sembilanpuluhan, berkembang bak jamur di musim hujan. Pimpinan Keuskupan Bogor pada waktu itu melihat bahwa bertambahnya kompleks pemukiman baru telah menjadi peluang yang baik untuk mengembangkan Paroki dan Stasi-stasi di sekitar Depok dan Cibinong.

Umat katolik yang tinggal di pemukiman-pemukiman baru di luar Perumnas Depok II Tengah dihimpun dalam sebuah kelompok jemaat baru, yang kemudian pada tanggal 17 Juni 1988, diresmikan dengan nama Lingkungan VI St. Perawan Maria , meliputi kompleks pemukiman yang amat luas Griya Lembah Depok, Mutiara Depok, Pondok Sukmajaya, Depok Asri, Gema Pesona, Cilodong, Cikumpa, Swatama, Kebon Duren, Persahabatan, Pondok Rajek, Alam Indah, dan Puri Mulia. Pada tahun 1994, lingkungan yang amat luas dan besar ini dipecah menjadi dua lingkungan. Lahirlah Lingkungan VII St. Joseph . Sejak saat ini, Lingkungan St. Perawan Maria hanya meliputi perumahan Griya LembahDepok, Pondok Sukmajaya, dan Mutiara Depok.

Persiapan Menjadi Paroki

Pada pertengahan tahun 1989, Romo Diaz Viera SVD, Pastor Paroki Cibinong menyiapkan langkah untuk semakin memandirikan stasi-stasi kawasan utara. Rencana ini didukung oleh umat setempat maupun oleh Uskup Bogor. Romo J. Hardono Pr, ditugaskan untuk menyiapkan Stasi St. Mateus, sebagai Pastor Kapelan yang menetap/berdomisili di tengah-tengah umatnya langsung. Pendataan dan pendaftaran umat dilakukan dengan lebih baik. Pada tanggal 14 Februari 1993, Uskup Bogor memperkenankan Stasi ini memiliki BUKU BAPTIS sendiri. Itulah tanggal pencatatan pertama pembaptisan yang dilakukan di wilayah Stasi St. Mateus dalam buku sendiri. Sebelumnya, semua pembaptisan dicatat di Paroki Keluarga Kudus, Cibinong.

Pastor yang menetap berikutnya adalah Rm. Agustinus Surianto Pr, yang bertugas di sini hanya sembilan bulan sepuluh hari (11 Sept 1993 - 21 Juni 1994). Pada pertengahan 1994 ia ditugaskan oleh Mgr. Leo Soekoto SJ, Administrator Apostolik Keuskupan Bogor pada waktu itu, untuk menjadi Ekonom Keuskupan Bogor dan Direktur Percetakan GMY di Bogor. Penggantinya adalah Rm. Anton Dwi Haryanto Pr., seorang imam muda yang baru saja ditahbiskan pada tanggal 11 Juni 1994. Pastor muda kelahiran Rangkasbitung yang ramah ini, mencoba menjalin relasi yang amat baik dengan masyarakat di sekitar gereja, dan mencoba menghadirkan gereja sebagai "pembawa damai" di tengah-tengah masyarakat di Depok Tengah.

Usaha menyiapkan Stasi St. Mateus menjadi sebuah Paroki tidaklah mudah. Dibutuhkan kesabaran yang ekstra besar. Bahkan, stasi ini didahului oleh Stasi St. Markus, Depok Timur, yang telah mendapat peningkatan status menjadi Paroki beberapa tahun lebih dulu. Memang agak ganjil kelihatannya. Pertama, karena kedua pusat Stasi terletak dalam satu kecamatan yang sama. Kedua, ketika Depok Timur menjadi Paroki, ia memotong Paroki Keluarga Kudus Cibinong menjadi dua bagian yang terpisah, dengan menyisakan Depok Tengah di ujung baratnya, yang berbatasan dengan Paroki St. Paulus Depok Lama.

Gembala yang mendapat tugas membidani proses metamorfosa Stasi Depok Tengah menjadi Paroki Depok Tengah adalah Rm. Thomas Saidi, yang bertugas di sini sejak 25 Januari 1998. Sedangkan pastor Paroki Cibinong pada saat itu adalah Rm. A. Adi Indiantono Pr. Pada Hari Raya Pentakosta, 11 Juni 2000, setelah melalui perjalanan menggereja yang sangat panjang, umat Stasi Depok Tengah mendapat hadiah besar, ketika Mgr. Michael Angkur OFM meningkatkan status Depok Tengah menjadi Paroki St. Mateus, Depok Tengah.

Kini, Paroki Depok Tengah digembalakan oleh Rm. Robertus Eeng Gunawan.

Nama Pelindung : Santo Mateus
Alamat : Jl. Sadewa Raya No. 1, Depok II Tengah 16411
Telepon (021) 77822031 Fax. (021) 7701614
Romo Paroki: RD. Alfonsus Sutarno

Jadwal Ekaristi :
Harian : Pukul 05.30WIB
Jumat I : Pukul 19.00 WIB
Sabtu : Pukul 18.00 WIB
Minggu : Pukul 07.30 WIB

Sumber : http://www.keuskupanbogor.org/paroki/depokIItengah.htm

Recent Post