Latest News

Wednesday, July 7, 2010

Sejarah Singkat Ekaristi

oleh: P. Thomas Richstatter, O.F.M., S.T.D.*
Pernahkah kalian ikut ambil bagian dalam permainan di mana semua peserta duduk melingkar dan orang pertama membisikkan suatu kalimat ke telinga orang di sebelahnya, dan orang di sebelahnya itu membisikkan kalimat ke orang di sebelahnya lagi, dan terus demikian hingga kalimat itu telah diteruskan ke semua orang dalam kelompok? Kemudian orang terakhir menyerukan kalimat dengan lantang, dan suatu kalimat yang semula adalah, misalnya, �My horse is afraid to go upstairs!� menjadi �My house has learned to say its prayers!�

Permainan ini sungguh menyenangkan, tetapi juga menggambarkan betapa sulitnya meneruskan informasi secara akurat dari satu orang ke orang lainnya. Dan jika sulit meneruskan satu kalimat, coba pikirkan betapa sulitnya meneruskan dari satu generasi ke generasi berikut sesuatu yang kompleks, mengagumkan dan misterius seperti Ekaristi Kudus!

Kesulitan dalam hal meneruskan ini kita temui diungkapkan dalam kisah tertulis paling awal mengenai Ekaristi. Kepada jemaat di Korintus, St Paulus menulis: �Apa yang telah kuteruskan kepadamu, telah aku terima dari Tuhan, yaitu bahwa Tuhan Yesus, pada malam waktu Ia diserahkan, mengambil roti�� (1 Korintus 11:23). Paulus selanjutnya mengatakan bahwa jemaat Korintus tidak secara akurat menerima apa yang diteruskan. Dengan tajam ia mengkritik cara mereka merayakan Ekaristi: �Pertemuan-pertemuanmu tidak mendatangkan kebaikan, tetapi mendatangkan keburukan� (1 Korintus 11:17). Adakah yang hilang dan tidak diteruskan? Apakah yang tidak mereka terima dengan benar?
Download file atau
Misteri Inkarnasi

Ekaristi merupakan suatu misteri yang kompleks. Tak seorang pun dari kita - tak peduli betapa terpelajarnya, tak peduli betapa kudusnya - dapat memahami sepenuhnya. Roh Kudus membantu kita untuk meneruskan ke generasi berikut apa yang telah kita terima dari generasi sebelum kita agar �Gereja tiada hentinya menuju kepenuhan kebenaran ilahi� (Konstitusi Dogmatis tentang Wahyu Ilahi, #8).

Tetapi tiada hentinya menuju kepenuhan ini terjadi dalam suatu cara manusia: terjadi pada suatu kurun waktu, selama berabad-abad, dengan periode-periode perkembangan pesat dan peride-periode yang ragu-ragu dan kemunduran. Allah bekerja �secara inkarnasi�. Allah telah menempatkan misteri-misteri ilahi, bahkan misteri agung Ekaristi, dalam tangan manusia. �PutraMu yang telah mewariskan kepada kami jaminan cinta kasih-Nya ini� (Doa Syukur Agung untuk Tobat II).

Inkarnasi Yesus dapat membantu kita memahami misteri Ekaristi. Kita percaya bahwa Sabda Bapa yang kekal mengenakan daging dan menjadi sungguh manusia. Dalam kodrat ilahi-Nya, Yesus telah ada sebelum segala masa bersama dengan Bapa dan Roh. Dalam kodrat manusia-Nya Yesus dari Nazaret adalah manusia dari jaman-Nya: Ia berpakaian seperti orang-orang Yahudi abad pertama lainnya, berbicara dalam bahasa mereka, menyantap makanan mereka dan hidup dalam budaya mereka.

Demikia pula, Ekaristi memiliki baik unsur-unsur ilahi maupun manusiawi. Sementara Ekaristi dulu, sekarang dan selamanya akan menjadi perayaan misteri Paskah wafat dan kebangkitan Kristus, misteri ilahi ini di�inkarnasi�kan ke dalam budaya manusia. Perayaan Ekaristi menggunakan bahasa, busana, sikap tubuh dan irama yang sesuai dengan budaya di mana Ekaristi dirayakan. Dan, sebagaimana budaya berbeda dari satu tempat dengan tempat lainnya dan dari abad ke abad, kita dapat menerima perbedaan-perbedaan yang demikian dalam perayaan Ekaristi.

Awal yang Beragam

Salah satu hal terpenting yang saya pelajari mengenai sejarah Ekaristi adalah bahwa tidak ada cara yang satu, seragam dan orisinil dalam merayakan Misa. Ada banyak cara merayakan Ekaristi sebagaimana ada banyak komunitas Kristiani. Hanya secara perlahan upacara-upacara ibadat ini menjadi lebih teratur dan seragam.

Sekitar abad keempat berbagai ritual dan kebiasaan ini mulai melebur ke dalam tradisi-tradisi setempat seputar kota-kota besar; tradisi-tradisi ini berkembang menjadi apa yang sekarang kita sebut ritus-ritus liturgi. Sebagai contoh, dari Alexandria ke Mesir kita mempunyai Ritus Koptik; dari Antiokhia, Ritus Syrian; dari Konstantinopel, Ritus Byzantine dan dari Roma, ritus Roma (ritus liturgi yang kita bicarakan dalam serial ini).

Ekaristi ber�inkarnasi� atau �menjadi daging� dalam kerangka budaya yang beragam ini. Bahasa yang dipergunakan oleh masyarakat setempat menjadi bahasa liturgis yang dipergunakan dalam Ekaristi: Koptik, Syrian, Yunani dan Latin. Busana, gerakan, makanan, bejana-bejana, musik, dll, dari daerah dimasukkan ke dalam liturgi. Inilah aspek-aspek manusia atau budaya dari Perayaan Ekaristi.

Tetapi tak satupun dari hal-hal ini yang membangkitkan amarah St Paulus ketika ia menulis kepada jemaat di Korintus. Ia tidak memusatkan perhatian pada busana yang mereka kenakan, bahasa yang mereka pergunakan ataupun bentuk bejana-bejana ataupun bentuk roti yang dipergunakan dalam Ekaristi. Ia memusatkan perhatian pada �unsur ilahi� - cara dengan mana Ekaristi mewujudkan misteri ilahi.

Misteri Iman

Satu cara untuk memasuki misteri Ekaristi adalah melalui ketiga peristiwa inti Misteri Paskah: Kamis Putih, Jumat Agung dan Minggu Paskah.

1. Kamis Putih: Misa adalah suatu perjamuan kudus di mana kita makan dan minum Tubuh dan Darah Tuhan kita, dan dengan kuasa Roh Kudus kita menjadi Tubuh Tuhan. Ekaristi mewujudkan misteri pengilahian kita, keikutsertaan kita dalam hidup ilahi Tritunggal Mahakudus.
2. Jumat Agung: Melalui pemahaman biblis akan anamnese (= kenangan), Ekaristi memungkinkan kita untuk hadir dalam kurban penebusan Kristus di Kalvari yang satu-kali-untuk selamanya. Ekaristi mewujudkan misteri keselamatan dan penebusan kita dalam Kristus.
3. Minggu Paskah: Dalam Ekaristi kita mengalami kehadiran Kristus yang Bangkit. Tuhan yang Bangkit begitu diidentifikasikan dengan para pengikut-Nya hingga apa yang kita lakukan satu sama lain, kita lakukan terhadap Kristus Sendiri. �Segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku� (Matius 25:40). Kehadiran Tubuh Kristus ini merupakan inti dari pengalaman awal St Paulus akan Yesus yang mengubahnya: �Saulus, Saulus, mengapakah engkau menganiaya Aku?� (Kisah Para Rasul 9:4). Ekaristi mewujudkan kehadiran secara real dan substansial dari Kristus yang Bangkit.

Kesulitan utama dalam meneruskan misteri iman dari generasi ke generasi seringkali terletak pada memelihara keseimbangan dan integritas dari ketiga makna inti ini.

Ketika Paulus menulis kepada jemaat di Korintus, keluhannya tampaknya adalah mereka makan dan minum perjamuan kudus mereka dalam kenangan akan Tuhan yang Bangkit akan tetapi mengidentifikasikan kehadiran Ekaristik dengan Kepala Tubuh tanpa mempedulikan anggota-anggota Tubuh Kristus di sini di dunia, teristimewa mereka yang miskin dan terpinggirkan.

Paulus mengkritik mereka sebab apabila mereka berkumpul bersama �bukanlah berkumpul untuk makan perjamuan Tuhan. Sebab pada perjamuan itu tiap-tiap orang memakan dahulu makanannya sendiri, sehingga yang seorang lapar dan yang lain mabuk.� Ia bertanya, �Apakah kamu tidak mempunyai rumah sendiri untuk makan dan minum? Atau maukah kamu menghinakan Jemaat Allah dan memalukan orang-orang yang tidak mempunyai apa-apa?� (lih 1 Korintus 11:17-22). Yang menjadi persoalan adalah cara dengan mana kehadiran Tuhan yang Bangkit dimanifestasikan dan dialami dalam perjamuan kudus dan implikasi moral dari kehadiran itu.

Perlunya Keseimbangan

Sementara Gereja meneruskan misteri Ekaristi dari generasi ke generasi, terdapat suatu pergulatan terus-menerus untuk meneruskan tradisi secara akurat. Menengok ke abad-abad lampau, kita mendapati periode-periode sejarah ketika dimensi Kamis Putih (perjamuan) dari Ekaristi tampaknya kurang dipentingkan dan umat pergi ke Misa tanpa ikut ambil bagian dalam perjamuan kudus, tanpa menyambut Komuni Kudus.

Ada masa-masa ketika kita melupakan dimensi komunitas dari Perjamuan Tuhan dan para imam mempersembahkan Misa secara pribadi dengan hanya seorang pelayan yang melayani. Ada masa-masa ketika dimensi Jumat Agung (Kurban) dari Ekaristi tampaknya terlalu ditekankan hingga mengaburkan hakekat sekali-dan-untuk-selamanya dari Kurban Yesus di Kalvari. Ini mengakibatkan reaksi dari pihak mereka yang meminimalkan dimensi Kurban Ekaristi dan menekankan Perjamuan Tuhan.

Gerakan Liturgis

Di awal abad keduapuluh, Roh Kudus mengilhami para ahli dari berbagai negara dengan pembaharuan perhatian dalam sejarah, ritual dan makna Ekaristi. Naskah-naskah dan catatan-catatan yang telah diabaikan atau hilang selama berabad-abad ditemukan kembali dan dipelajari. Banyak fakta-fakta baru ditemukan. Informasi baru ini membuka pintu bagi pembaharuan liturgis sebagaimana diwujudkan dalam Konstitusi tentang Liturgi Suci, dokumen pertama dari Konsili Vatican Kedua.

Sejak itu, kita melihat banyak perubahan dalam cara kita merayakan Ekaristi. Sebagian dari kita senang dengan perubahan-perubahan ini; sebagian lainnya tidak. Tetapi, bagaimanapun juga, banyak umat Katolik bertanya-tanya mengapa Ekaristi - tanda dan sumber persatuan kita - telah menjadi sumber dari begitu banyak perpecahan dan perdebatan.

Dinamika Perubahan

Bertahun-tahun yang lalu saya melihat suatu grafik yang memetakan dinamika perubahan. Garis-garis vertikal dan horizontalnya adalah �berapa lama� dan �tingkat kesulitan�. Sepanjang garis diagonal adalah: 1) fakta-fakta; 2) sikap; 3) perilaku dan 4) perilaku kelompok. Grafik menggambarkan bahwa adalah jauh lebih mudah dan cepat menerima fakta-fakta baru daripada mengubah sikap atau perilaku. Dan untuk mengubah perilaku kelompok bahkan terlebih sulit dan membutuhkan banyak waktu.

Sebagai contoh, bertahun-tahun yang lalu saya biasa merokok. Ketika pemerintah mulai mewajibkan label-label peringatan pada bungkus rokok dan program bahaya merokok muncul di televisi, saya mulai mempelajari fakta-fakta baru mengenai rokok. Sedikit demi sedikit saya menjadi yakin akan kebenaran fakta-fakta ini, tetapi saya terus merokok.

Bahkan setelah sikap saya berubah dan saya tidak suka merokok lagi, saya pun masih merokok. Hanya setelah upaya keras dan banyak kegagalan saya berhasil mengubah perilaku saya dan berhenti demi kebaikan saya. Dan sekarang, empatpuluh tahun kemudian, saya dapat melihat bagaimana perilaku kelompok telah berubah di restoran-restoran, bandara-bandara dan tempat-tempat umum.

Tetapi sebagian orang masih terus merokok. Mungkin mereka tidak mengetahui fakta-faktanya? Mungkin mereka mengetahui fakta-faktanya tetapi menafsirkannya secara berbeda? Mungkin mereka memang suka merokok? Mungkin mereka selalu merokok dan tak dapat atau tak hendak mengubah perilaku yang telah mereka nikamti selama bertahun-tahun?

Bagaimana hal ini berhubungan dengan Ekaristi? Selama empatpuluh tahun belakangan, saya telah mendaptkan banyak fakta-fakta baru mengenai Ekaristi. Saya mendengarkan Doa Syukur Agung dalam bahasa saya sendiri. Saya telah belajar bagaimana perjamuan merupakan tanda sakramental dari kurban. Saya memahami pentingnya makan dan minum. Saya melihat bahwa point Ekaristi bukan hanya perubahan roti dan anggur, melainkan juga perubahan umat, Gereja, menjadi Tubuh dan Darah Kristus.

Fakta-fakta baru ini telah mulai mempengaruhi sikap dan kesalehan saya. Sedikit demi sedikit mempengaruhi perilaku dan devosi saya - ke arah yang lebih baik, saya percaya. Dan saya yakin dalam duapuluh atau limapuluh tahun mendatang, kita akan mulai melihat perubahan-perubahan dalam perilaku kelompok kita. Pada saat itulah Ekaristi akan menjadi sumber yang begitu penuh daya kuasa dari kekuatan dan rahmat dalam hidup kita hingga orang akan berbicara mengenai kita sebagaimana mereka berbicara mengenai umat Kristen perdana, �Lihatlah betapa mereka saling mengasihi satu sama lain! Tak ada seorang pun yang miskin di antara mereka!�

Kita telah meninjau Misa dari berbagai sudut pandang - sakramen, kurban, perjamuan, kehadiran nyata. Akan tetapi umat Katolik juga menghormati Ekaristi di luar Misa, dan itulah yang akan menjadi topik artikel kita selanjutnya, artikel terakhir dalam serial ini

Fr. Thomas Richstatter, O.F.M., has a doctorate in liturgy and sacramental theology from the Institute Catholique de Paris. A popular writer and lecturer, Father Richstatter teaches courses on the sacraments at St. Meinrad (Indiana) School of Theology.

sumber : �A Short Histtory of the Eucharist,� Eucharist: Jesus With Us by Thomas Richstatter, O.F.M.; Copyright St. Anthony Messenger Press; www.americancatholic.org; diterjemahkan oleh YESAYA: yesaya.indocell.net

Thursday, July 1, 2010

Ajaran Gereja Katolik Tentang Ekaristi

oleh: P. Francis J. Peffley
Gereja Katolik yang kudus mengajarkan bahwa pada saat Konsekrasi dalam Misa, roti dan anggur di altar sungguh-sungguh menjadi Tubuh, Darah, Jiwa dan Ke-Allah-an Yesus Kristus. Roti dan anggur sudah tidak ada lagi, meskipun wujudnya dan sifatnya tetap roti dan anggur. Perubahan yang amat penting ini oleh Gereja Katolik dinamakan perubahan hakiki atau transsubstansiasi - perubahan seluruh substansi roti ke dalam substansi Tubuh Kristus, dan seluruh substansi anggur ke dalam substansi Darah-Nya.

ADORASI SAKRAMEN MAHA KUDUS
Kepada Hosti yang telah dikonsekrir dan Darah Kristus dalam rupa anggur, kita bersembah sujud seperti kepada Tuhan sendiri, karena Roti dan Anggur yang telah dikonsekrir tersebut sungguh-sungguh adalah Tuhan Yang Mahakuasa sendiri. Bentuk penyembahan tertinggi ini disebut latria. Pendapat yang menyatakan bahwa Kristus hanyalah unsur Ekaristi, sama seperti lambang, atau bahwa Kristus hanya diterima secara rohani, sungguh bertentangan dengan Konsili Trente.
Copy atau
KEHADIRAN-NYA NYATA
Baik roti maupun anggur yang telah dikonsekrir, keduanya mencakup seluruh Yesus Kristus - Tubuh-Nya, Darah-Nya, Jiwa-Nya dan Ke-Allah-an-Nya. Jadi, mereka yang menyambut komuni, baik dalam rupa roti maupun dalam rupa anggur, menyambut seluruh Kristus. Lagipula, serpihan terkecil dari sebuah Hosti yang telah dikonsekrir ataupun tetesan terkecil dari anggur yang telah dikonsekrir adalah seluruh Kristus. Jadi, Kristus tidak terbagi, Ia tetap satu.
Kristus hadir selama wujud roti dan anggur masih ada. Jika sebuah Hosti yang telah dikonsekrir dilarutkan dalam air, sehingga tidak berupa roti lagi, ia bukan lagi Yesus. Dengan demikian, Kristus hadir dalam diri orang yang menyambut komuni selama kurang lebih 15 menit, dan ia selayaknya menyembah Dia yang ada dalam dirinya selama Ia hadir secara sakramental.
Memang benar bahwa Tuhan ada di mana-mana, sebagai Pencipta serta Penyelenggara segala sesuatu, dan bahwa Ia hadir melalui rahmat pengudusan dalam semua jiwa yang berada dalam keadaan rahmat, namun kehadiran-Nya tersebut adalah kehadiran rohani. Kehadiran Kristus dalam Ekaristi - Tubuh, Darah, Jiwa dan Ke-Allah-an-Nya - adalah sepenuhnya unik, dan kehadiran-Nya dalam Ekaristi itu saja yang merupakan Kehadiran Allah.

PEDOMAN UNTUK MENYAMBUT KOMUNI
Agar dapat menyambut Komuni Kudus secara layak, seseorang haruslah berada dalam keadaan rahmat, yaitu bebas dari perbuatan dosa berat yang belum diakukan serta diampuni melalui Sakramen Tobat. Menerima Komuni Kudus dalam keadaan belum bersih dari dosa berat itu sendiri adalah suatu dosa berat yaitu dosa sakrilegi (dosa melanggar hal-hal suci). Seseorang yang telah melakukan dosa berat haruslah terlebih dahulu membersihkan jiwanya dalam Sakramen Tobat sebelum menerima Komuni Kudus. St. Paulus mengatakan bahwa barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap Tubuh dan Darah Tuhan (1Kor 11:27). (Dosa sakrilegi karena menerima Komuni secara tidak pantas, tentu saja dapat diampuni dalam Sakramen Tobat).
Orang yang menyambut komuni juga, selain dalam keadaan rahmat, haruslah memiliki kehendak baik dan melakukan puasa yang diwajibkan. Wajib puasa yang berlaku sekarang ialah berpuasa dari segala makanan dan minuman (kecuali air putih dan obat) satu jam sebelum saat menyambut komuni. Berpuasa lebih lama - misalnya, tiga jam atau sejak tengah malam - adalah persiapan yang sangat baik.
Seorang Katolik yang taat juga akan berjuang untuk memurnikan jiwanya dari dosa-dosa ringan agar dapat menyediakan tempat tinggal yang layak bagi Kristus di hatinya. Persiapan serta-merta yang terbaik untuk menyambut Komuni Kudus adalah dengan ikut ambil bagian dalam Misa dengan khusuk serta sepenuh hati.

KEWAJIBAN PASKAH
Semua orang Katolik wajib menyambut Komuni Kudus sekurang-kurangnya satu kali dalam setahun, sedapat mungkin dalam Masa Paskah.

MENGAPA KITA DIANJURKAN UNTUK MENYAMBUT KOMUNI SESERING MUNGKIN?
Pengaruh sakramental yang istimewa dari Ekaristi adalah: persatuan yang erat antara orang yang menyambut Komuni Kudus dengan Yesus Kristus (dan juga dengan anggota-anggota Tubuh Mistik-Nya yang lain); sebagai makanan rohani bagi kehidupan rahmat (pengaruh yang dapat diperbandingkan dengan makanan jasmani yang memberi makan tubuh jasmani kita); dan sebagai jaminan kemuliaan surgawi serta kebangkitan badan.
Dengan menyambut Komuni Kudus, seorang Katolik mentaati perintah Kristus untuk menyantap Tubuh-Nya dan meminum Darah-Nya. Ia melaksanakan tindakan yang paling menyenangkan bagi Tuhan yang amat rindu untuk tinggal dalam hatinya. Dan sebaliknya, kerinduannya untuk menyambut Dia akan bertambah. Setiap penerimaan Komuni Kudus mengakibatkan bertambahnya rahmat pengudusan dalam jiwa; hal tersebut terjadi sejauh orang yang menyambut komuni tersebut membuka dirinya kepada Kristus dengan mengosongkan jiwanya yang berdosa serta meninggalkan keinginan-keinginan duniawinya, sesuai dengan sikap persiapan serta-mertanya, penerimaan Komuni dan ucapan syukurnya.
Rahmat pengudusan adalah kehidupan Kristus dalam jiwa, suatu kenyataan rohani yang sulit dijelaskan. Rahmat pengudusan membuat jiwa menjadi kudus serta menyenangkan bagi Tuhan. Rahmat pengudusan memberi jiwa kecantikan adikodrati yang jauh melampaui kecantikan jasmani yang luar biasa sekalipun. Seseorang haruslah berada dalam keadaan rahmat pada saat ajalnya agar dapat diselamatkan. Setiap kunjungan Yesus Kristus dalam Ekaristi merupakan janji kehidupan kekal bagi mereka yang tinggal dalam rahmat-Nya dengan mentaati perintah-perintah-Nya.
Melalui Komuni Kudus, Kristus melimpahi kita dengan rahmat agar kita dapat mentaati perintah-perintah-Nya. Menyambut Komuni sesering mungkin telah lama dianjurkan oleh Gereja sebagai sarana untuk mengatasi dosa, termasuk dosa-dosa yang biasa kita lakukan dan teristimewa dosa-dosa karena melanggar kesucian. Persatuan yang erat dengan Yesus Kristus yang timbul karena sering menerima Komuni Kudus dengan penuh cinta merupakan buah komuni yang utama, buah-buah komuni yang lain ialah: memperlemah hawa nafsu dan godaan-godaan duniawi dalam jiwa, serta membangkitkan penghargaan akan hal-hal yang dari Tuhan, dengan demikian menata jiwa agar memperoleh banyak keuntungan rohani dari Komuni Kudus. St. Yohanes Bosco, �Sahabat Kaum Muda� yang membawa kembali anak-anak berandal ke jalan yang benar, seringkali berbicara tentang tiga �musim semi� dalam kehidupan rohani: Pengakuan Dosa, Komuni Kudus, dan devosi kepada Santa Perawan Maria.

EKARISTI DALAM KITAB SUCI
Sejak awal mula Gereja telah memuliakan �roti� dan �anggur� Ekaristi sebagai benar-benar Tubuh dan Darah Yesus Kristus, karena demikianlah yang diajarkan oleh Kristus Sendiri. Tuhan Yesus tahu betapa iman yang mendalam diperlukan untuk menerima ajaran ini, jadi pertama-tama Ia mempersiapkan para murid-Nya dengan mukjizat penggandaan roti dan ikan (Mat 14:15-21). Kemudian Ia menubuatkan bahwa Ia akan memberikan daging-Nya sendiri serta darah-Nya �sebagai makanan dan minuman�. Itulah saat yang menentukan bagi banyak pengikut-Nya: �Sesudah mendengar semuanya itu banyak dari murid-murid Yesus yang berkata: `Perkataan ini keras, siapakah yang sanggup mendengarkannya?' � Mulai dari waktu itu banyak murid-murid-Nya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia� (Yoh 6:60,66). Mereka bukannya salah paham dengan-Nya; melainkan mereka benar-benar tidak mau menerima apa yang dikatakan Yesus. Meskipun begitu, Kristus tidak menawarkan penjelasan untuk memperlunak perkataan-Nya atau pun memberikan arti simbolik kepada mereka. Malahan, �Kata Yesus kepada kedua belas murid-Nya: "Apakah kamu tidak mau pergi juga?" (Yoh 6:67).
Penetapan Ekaristi Kudus terjadi pada saat Perjamuan Malam Terakhir yang digambarkan oleh St. Matius sebagai berikut: �Dan ketika mereka sedang makan, Yesus mengambil roti, mengucap berkat, memecah-mecahkannya lalu memberikannya kepada murid-murid-Nya dan berkata: `Ambillah, makanlah, inilah tubuh-Ku.' Sesudah itu Ia mengambil cawan, mengucap syukur lalu memberikannya kepada mereka dan berkata: `Minumlah, kamu semua, dari cawan ini. Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa.'� (Mat 26:26-28). Peristiwa penting ini juga dicatat oleh St. Markus (Mrk 14:22-24), St. Lukas (Luk 22:17-20) dan St. Paulus (1Kor 11:23-26). Kata-kata Kristus ini sejak dahulu hingga sekarang senantiasa diterima dalam arti yang sebenarnya dan sesungguhnya oleh segenap umat Katolik.

GEREJA PERDANA DAN EKARISTI
St. Ignatius dari Antiokia (wafat th 170) mencatat mengenai mereka yang menentang ajaran Ekaristi pada masa itu sebagai berikut: �Mereka menjauhkan diri dari Ekaristi dan doa, karena mereka tidak mengakui bahwa Ekaristi adalah tubuh Juruselamat kita, Yesus Kristus.� St. Efrem (wafat th 373) mengatakan: �Tetapi jika seseorang menghinanya atau menolaknya atau melecehkannya, dapat dipastikan bahwa ia menghina Sang Putera, yang menyebutnya dan sesungguhnya menjadikannya Tubuh-Nya.� Dan St. Yustinus (wafat th 165) menegaskan: �Kita menyebut roti ini `Ekaristi' di mana tidak akan ambil bagian di dalamnya seorang pun yang tidak mengimani kebenaran ajaran kita, yang belum dibersihkan dari dosa dengan dilahirkan kembali dan diampuni dosa-dosanya, serta yang hidupnya tidak sesuai dengan ajaran Yesus Kristus, karena kita tidak menyantapnya sebagai makanan dan minuman biasa, melainkan karena Sabda Allah: Yesus Kristus mengambil rupa tubuh dan darah demi keselamatan kita. Kita tahu juga bahwa makanan ini yang secara alami akan menjadi tubuh dan darah kita, dengan dikonsekrasikan oleh doa yang menggunakan kata-kata Ilahi-Nya Sendiri, menjadi tubuh dan darah yang sama yang menjadikan Yesus manusia.�

PARA KUDUS DAN AJARAN-AJARAN MEREKA TENTANG EKARISTI
Para kudus dari abad-abad sesudahnya, juga secara terus-menerus dan tegas mengungkapkan iman mereka tentang kehadiran Yesus secara nyata dalam rupa Hosti sederhana yang telah dikonsekrir. St. Fransiskus dari Asisi (1181-1226), dalam salah satu dari sedikit suratnya yang masih tersimpan, menulis bahwa �segenap keberadaan manusia hendaklah sujud menyembah. Biarlah seluruh dunia berguncang dan biarlah Surga bersukacita ketika Kristus, Putera Allah Yang Hidup hadir di sana, di atas altar, dalam tangan imam.� St. Fransiskus percaya bahwa tidak ada martabat yang lebih tinggi dari martabat seorang imam �oleh karena hak istimewanya yang agung dan luhur untuk mengkonsekrasikan Tubuh dan Darah Kristus.� St. Antonius dari Padua (1195-1231) menegaskan: �Kita harus teguh mengimani dan dengan terus terang menyatakan bahwa tubuh yang sama yang dilahirkan oleh Sang Perawan; yang digantung di kayu salib; yang dibaringkan dalam makam; yang bangkit pada hari ketiga dan naik ke surga, duduk di sebelah kanan Allah Bapa; diberikan sebagai santapan kepada para Rasul, dan sekarang Gereja sungguh mengkonsekrasikannya serta membagikannya kepada umat beriman.�
St. Thomas Aquinas (1225-1274) adalah seorang filsuf dan teolog besar dari abad ke-13 yang digelari �Doktor Ekaristi�, bukan saja karena tulisan-tulisan teologinya yang penuh semangat tentang Ekaristi dalam Summa Theologica, tetapi juga karena madah pujian Ekaristinya, dan tata Perayaan Misanya untuk Pesta Tubuh dan Darah Kristus. St. Thomas dianggap oleh banyak orang sejajar dengan Plato dan Aristoteles, yaitu salah seorang dari filsuf terbesar sepanjang masa. Di pembaringannya, saat menjelang ajal, St. Thomas mengatakan: �Andai saja di dunia ini ada pengetahuan tentang Misteri ini yang lebih hebat daripada iman, sekarang ini aku hendak menegaskan bahwa aku mengimani Kehadiran Nyata Yesus Kristus dalam Sakramen Ekaristi, sungguh Allah dan sungguh manusia, Putera Allah, Putera Perawan Maria. Inilah yang aku imani dan aku pegang teguh sebagai kebenaran sejati.�
Warga Amerika pertama yang dinyatakan kudus, St. Elizabeth Ann Seton (1774-1821), ketika masih menjadi jemaat gereja Episcopal, menghadiri Misa saat kunjungannya ke Italia. Ketika pada saat konsekrasi teman Katoliknya berbisik, �Inilah Tubuh Kristus,� Elizabeth sangat tersentuh hatinya. Kemudian, ia menulis kepada saudari iparnya: �Alangkah bahagianya kita, jika saja kita mengimani apa yang diimani jiwa-jiwa terkasih ini, yaitu bahwa mereka mempunyai Tuhan yang hadir dalam Sakramen dan bahwa Ia senantiasa tinggal dalam gereja-gereja mereka dan dihantarkan kepada mereka ketika mereka sakit! Oh, sungguh luar biasa! Ketika mereka membawa Sakramen Mahakudus melewati jendela rumahku, saat aku merasa sedih dan ditinggalkan karena masalahku, aku tidak dapat berhenti meneteskan air mata sementara aku berpikir �Ya Allahku, alangkah bahagianya aku, bahkan ketika aku jauh dari mereka semua yang aku kasihi, jika saja aku dapat menemui-Mu di gereja seperti mereka�.. Di lain hari, saat kesedihan yang luar biasa sedang mencekam, tanpa kusadari aku jatuh berlutut ketika Sakramen Mahakudus lewat, dan aku berseru dalam kesesakanku kepada Tuhan untuk memberkati aku jika Ia hadir di sana, hingga seluruh jiwaku hanya mendambakan Dia saja.� Setelah mengalami perkembangan iman dan pada akhirnya menjadi Katolik, tampaknya St. Elizabeth hampir-hampir tidak dapat menahan dirinya ketika ia berseru, �Tuhan ada di mana-mana, di udara yang aku hirup -- ya, di mana saja, tetapi dalam Sakramen-Nya di altar, Ia sungguh hadir secara nyata seperti jiwa dalam tubuhku, yaitu dalam Kurban-Nya yang dipersembahkan setiap hari, kurban yang sungguh sama seperti yang dikurbankan di kayu salib.�

EKARISTI DALAM KEHIDUPAN KITA SEKARANG
Sakramen Mahakudus ini diberikan kepada kita oleh Tuhan kita yang penuh belas kasih sebagai tanda kehadiran-Nya yang terus-menerus di antara anak-anak-Nya. Sakramen Mahakudus disembah sepenuh hati oleh para kudus dan para anggota Gereja yang saleh selama berabad-abad, namun demikian Sakramen yang sama diragukan oleh banyak orang, disepelekan serta diabaikan oleh yang lainnya, diterima secara tidak layak oleh sebagian, dan bahkan dilecehkan oleh yang lain. Oleh karena alasan-alasan tersebut, dan alasan-alasan lainnya yang hanya diketahui oleh Allah saja, Tuhan merasa perlu untuk kadang kala menegaskan kehadiran-Nya dengan mukjizat-mukjizat Ekaristi yang luar biasa. Mukjizat-mukjizat tersebut meneguhkan iman kita serta mengingatkan kita betapa kita mendapat hak istimewa untuk mewartakan salah satu dari kebenaran-kebenaran utama dan misteri teragung dalam agama Katolik: �Dan Sabda telah menjadi daging dan tinggal di antara kita� - tidak hanya di Betlehem, melainkan di setiap tabernakel Katolik dan di setiap hati umat Katolik yang taat.

EMPATPULUH JAM DEVOSI
�EMPATPULUH JAM� adalah devosi yang bertujuan untuk meningkatkan penghormatan, kasih dan pengenalan kita akan Sakramen Mahakudus. Devosi itu sendiri meliputi suatu jangka waktu selama kurang lebih empatpuluh jam.

MENGAPA EMPATPULUH JAM?
Pada umumnya, diyakini bahwa devosi ini dirangkai dengan upacara-upacara Pekan Suci untuk mengenangkan empatpuluh jam lamanya Tuhan kita berada dalam makam. Yang terpenting adalah bahwa sepanjang devosi kita didorong untuk merenungkan hubungan pribadi kita dengan Kristus dalam Ekaristi Kudus, untuk mengevaluasi kembali pentingnya Ekaristi Kudus dalam kehidupan kita sehari-hari.

BILAMANAKAH EMPATPULUH JAM DEVOSI DIMULAI?
Di sebagian wilayah Eropa, �EMPATPULUH JAM� devosi mulai diadakan pada abad ke-12 demi memohon damai kepada Tuhan, demi silih terhadap Sakramen Mahakudus, dan sebagai sarana penitensi umum. Sekitar tahun 1590, Paus Klemens VIII mendorong �EMPATPULUH JAM� devosi di Roma. St Yohanes Neumann, Uskup Philadelphia, adalah alat yang dipakai Tuhan untuk memperkenalkan devosi ini di Amerika Serikat sekitar pertengahan abad ke-19. Pada tahun 1866, �EMPATPULUH JAM� devosi dirayakan hampir di semua keuskupan di seluruh negeri.

SEPANJANG ADORASI EKARISTI
Bicarakanlah segala hal dengan Kristus dalam Sakramen Mahakudus. Kasih-Nya kepadamu melampaui kemampuanmu untuk memahaminya. Ia tahu betapa sulitnya bagimu untuk mengasihi Sakramen Mahakudus sebanyak yang engkau inginkan; Ia tahu bagaimana pikiranmu kacau dengan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari. Ia tahu juga bagaimana kehidupan rohanimu berjalan tertatih-tatih. Ia mengerti! Yang diminta-Nya hanyalah engkau berusaha, berusaha untuk bertumbuh menjadi seorang Kristiani yang lebih baik, berusaha untuk menyempurnakan hubunganmu dengan-Nya. Memang sulit, tapi tak ada usaha lain yang lebih berdaya guna daripada ini. Kata kuncinya adalah �berusaha�. Sepanjang Adorasi berusahalah terlebih lagi dari sebelumnya untuk lebih dekat pada Kristus. Berbicaralah dengan-Nya dalam Sakramen Mahakudus. Ia tahu tujuanmu � harapanmu � kelemahan-kelemahanmu. Bicarakanlah semuanya dengan-Nya. Maka, kalian akan tahu apa yang kami maksudkan ketika kami mengatakan bahwa Adorasi adalah sungguh `SUATU WAKTU KESEMPATAN ROHANI�.

sumber : "The Catholic Church's Teaching on The Eucharist" by Father Peffley; Father Peffley's Web Site; www.transporter.com/fatherpeffley
tambahan : Katekismus Gereja Katolik
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: �diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Fr. Francis J. Peffley.�

Recent Post